Pemerinah Wacanakan Revisi UU HAM, Natalius Pigai Sebut Amanat Prinsip Paris dari PBB | IVoox Indonesia

July 8, 2025

Pemerinah Wacanakan Revisi UU HAM, Natalius Pigai Sebut Amanat Prinsip Paris dari PBB

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai dalam konferensi pers di Kantor KemenHAM Jakarta Kamis (3/7/2025). IVOOX.ID/doc KemenHAM

IVOOX.id – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM bertujuan untuk memperkuat peran dan kedudukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Penegasan ini disampaikan dalam konferensi pers di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Kamis, 3 Juli 2025.

Pigai menyebut bahwa penguatan Komnas HAM selaras dengan prinsip-prinsip internasional yang tertuang dalam Prinsip Paris dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Lembaga HAM Nasional atau National Human Rights Institution (NHRI).

"Ini adalah amanat dari PBB melalui Prinsip Paris. Karena itu, di dalam \[revisi] undang-undang ini kami akan mendudukkan komisi nasional tersebut berdasarkan amanat Prinsip Paris, yaitu lembaga yang benar-benar independen," ujar Pigai.

Ia menjelaskan bahwa Prinsip Paris menekankan pentingnya peran Komnas HAM yang independen dalam mengawasi kebijakan dan program pemerintah, serta memberikan perlindungan atas hak-hak dasar warga negara. Oleh karena itu, revisi ini tidak dimaksudkan untuk melemahkan, tetapi justru memberi landasan hukum yang lebih kuat agar Komnas HAM dapat menjalankan fungsinya secara efektif.

"Apakah komisi HAM akan diperkuat atau diperlemah? Revisi undang-undang ini adalah dalam rangka memberi penguatan, bukan memperlemah. Ini bahasa yang perlu diketahui, memberikan infus, memberikan penguatan," ujarnya.

Meskipun draf revisi UU tersebut belum dipublikasikan secara luas, Pigai menyebut bahwa proses finalisasi sedang berjalan. Saat ini, penyusunan daftar inventarisasi masalah (DIM) telah mencapai sekitar 60 persen. Sisanya akan disempurnakan dengan masukan dari masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan.

"Kami sudah meminta 25 kementerian dan lembaga, termasuk komisi-komisi untuk memberikan masukan. Baru lima yang sudah merespons. Sekitar 20-an masih kami tunggu masukannya. Ini baru masukan untuk draf awal, nanti kita sampaikan juga drafnya kepada publik," ujarnya.

Menurut Pigai, UU Nomor 39 Tahun 1999 sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan paradigma hak asasi manusia saat ini. Oleh karena itu, pembaruan regulasi menjadi kebutuhan mendesak, apalagi di tengah berbagai dinamika sosial dan politik yang semakin kompleks.

Sebelumnya, Pigai juga telah menyurati DPR RI untuk meminta dukungan politik atas rencana revisi ini. Ia berharap pimpinan DPR dapat memahami urgensi pembaruan hukum tersebut dan segera memasukkannya dalam agenda pembahasan legislatif.

"Penyampaian surat permintaan kami agar revisi UU HAM sangat penting urgensitasnya, kami berharap pimpinan DPR bisa mendukungnya," kata Pigai.

0 comments

    Leave a Reply