BI Tepis Risiko Terjadinya Perang Mata Uang

IVOOX.id, Jakarta - Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menepis kekhawatiran terjadinya perang mata uang, dengan menyatakan risiko global relatif kecil untuk terjadinya perang mata uang karena negara-negara dunia akan lebih memprioritaskan kebijakan guna meningkatkan permintaan dan konsumsi domestik, di tengah perlambatan perekonomian global.
"Setiap negara perlu memberikan topangan pada permintaan domestik, risiko 'currency war' (perang mata uang) tidak besar terlebih di tengah permintaan global yang memang sedang melemah," kata Dody seperti diberitakan Antara, Rabu (7/8).
Saat ini kata Dody, memang terdapat dugaan China sedang mendevaluasi mata uangnya. Namun, Dody meyakini China tidak akan terus-terusan untuk sengaja mendepresiasi mata uangnya. Pelemahan mata uang yang terus menerus akan berisiko terhadap ekonomi China.
"Kurs Yuan China yang terlalu lemah tentunya akan menekan konsumsi dan investasi yang saat ini sedang dibutuhkan Tiongkok untuk memitigasi kinerja eksternalnya yang menurun," ujar dia.
Dody mengatakan saat ini fokus BI adalah mencegah risiko yang dapat mengganggu makro ekonomi domestik dan stabilitas sistem keuangan. "Risiko potensial, dari sumber mana pun, dihitung oleh BI dan akan dipertimbangkan dalam perumusan bauran kebijakan," ujar dia.
Terkait dampak pelemahan yuan yang bisa meningkatkan risiko di pasar keuangan dan bisa menggerus nilai tukar rupiah, Dody mengatakan BI akan selalu bersiaga di pasar untuk memastikan nilai rupiah tetap sejalan dengan fundamentalnya. BI tetap akan melakukan intervensi di pasar spot dan pasar valas berjangka atau domestik NDF. "Kami juga akan menjaga likuiditas pada tingkat yang memadai dan memastikan mekanisme pasar untuk beroperasi dengan baik," ujar dia.
Dody mengatakan bank sentral akan terus mempercepat pendalaman pasar keuangan, baik di pasar uang dan valuta asing. Hal itu juga termasuk menyediakan mekanisme lindung nilai dengan harga lebih rendah.


0 comments