UU PSN Digugat ke Mahkamah Konstitusi, Tiga Lembaga Soroti Perampasan Hak dan Kerusakan Sistem Pangan

IVOOX.ID – Proyek Strategis Nasional (PSN) resmi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh delapan organisasi bantuan hukum dan tiga belas warga sipil yang terdampak langsung oleh pelaksanaan proyek tersebut. Dalam gugatan ini, tokoh nasional seperti Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas turut serta menyuarakan keresahan atas apa yang mereka nilai sebagai penyalahgunaan konstitusi oleh negara. Mereka adalah warga yang lahannya digusur, petani yang tak lagi mengenali benihnya, dan nelayan yang perahunya tak bisa melaut.
Gugatan ini diajukan karena UU PSN dianggap memiliki cacat partisipasi publik dan telah mencederai prinsip keadilan dalam pembangunan nasional. PSN dinilai telah bergeser dari proyek pembangunan menjadi alat yang melegitimasi perampasan hak dasar warga negara.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menjelaskan bahwa dalih percepatan pembangunan yang diklaim pemerintah justru menjadi pembenaran bagi aparat negara untuk bertindak represif terhadap masyarakat sipil. “Di Rempang dan Merauke, rumah-rumah warga didatangi, aparat bersenjata berjaga, dan TNI membangun barak. Semua itu terjadi tanpa dokumen AMDAL dan tanpa izin usaha yang seharusnya menjadi syarat dasar dalam proyek tambang maupun infrastruktur. Ini bukan perang, tapi rakyat diperlakukan seolah musuh negara,” ujar Isnur dalam konferensi pers di PP Muhammadiah Senin (7/7/2025).
Isnur juga menyoroti tidak adanya ruang dialog antara warga dan parlemen. Ia menyebut bahwa demonstrasi besar-besaran yang dilakukan ke DPR justru berakhir dengan korban luka dan tidak membuahkan hasil apa pun. “Kalau MK tidak bisa lagi dijadikan tempat mencari keadilan, maka ini bukan lagi negara hukum,” katanya.
Dalam konteks yang lebih luas, FIAN Indonesia menyoroti dimensi krisis pangan akibat proyek food estate yang merupakan bagian dari PSN. Martin Hadiwinata dari FIAN mengatakan bahwa proyek ini telah menyebabkan rusaknya ekosistem lokal, meminggirkan petani, serta menggantikan benih lokal dengan benih hibrida tanpa melibatkan masyarakat secara bermakna. “Apa yang terjadi di lapangan sama persis dengan kegagalan Revolusi Hijau dulu. Negara memaksa teknologi tanpa bertanya pada masyarakat yang hidup dari tanahnya,” ujar Martin.
Ia menyampaikan bahwa di Sumatra Utara lebih dari 80 persen lahan food estate kini terbengkalai. Di Kalimantan Tengah, tanah gambut yang tidak siap ditanami justru memicu panen buruk dan potensi kebakaran. Di Merauke, masyarakat adat kehilangan tanah ulayat mereka dan menghadapi tekanan aparat.
Fitrah Yunus dari Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah menegaskan bahwa kritik terhadap PSN bukan didasari oleh romantisme aktivisme. Muhammadiyah, menurutnya, telah melakukan riset dan turun langsung ke lapangan untuk mendengar suara warga. “Kami sudah datang ke DPR bersama warga Rempang. Rapat sudah digelar, tapi sampai hari ini belum ada satu pun janji yang ditepati,” katanya.
Fitrah menekankan bahwa negara seharusnya hadir melindungi hak rakyat, bukan malah menggusur dan menghancurkan ruang hidup mereka. “Harus ada pertobatan ekologis, dan itu bukan hanya soal warga. Itu soal negara, soal pemimpinnya,” ujar Fitrah.
Sejumlah temuan serupa juga tercatat dalam laporan Universal Periodic Review (UPR) PBB tahun 2024. PBB menyebut bahwa proyek strategis nasional di Indonesia dijalankan tanpa konsultasi publik yang memadai dan disertai pendekatan militeristik. Rekomendasi internasional agar pemerintah menghentikan praktik pemaksaan belum direspons secara memadai.

0 comments