November 30, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Temuan Bawaslu: Hoaks dan Disinformasi Masih Beredar di Pemilihan Serentak 2020

IVOOX.id, Jakarta - Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, mengungkapkan ragam hoaks terkait pilkada masih ditemukan hingga menjelang proses pemungutan suara Pilkada 2020.

"Pelanggaran konten internet, isu hoaks sampai kemarin ada 45, antara lain tanggal 9 Desember tidak ada pemilihan, pemilihan dibatalkan kecuali di Solo dan Medan, kemudian warga yang reaktif tes rapid dilarang ke TPS saat Pemilihan, ada juga paslon yang diisukan meninggal," ungkap Fritz.

Bawaslu juga memaparkan data temuan KOMINFO selama masa Pilkada 2020, 700an konten internet yang diperiksa, 105 iklan kampanye yang aktif selama masa kampanye, dan 220 jumlah link website diminta untuk ditutup atau take down.

BACA JUGA: Dunia Internasional Apresiasi Penanganan Hoaks Pemilihan Serentak 2020

Dari ratusan website tersebut, ada 193 tautan yang melanggar UU Pilkada mengenai ‘menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat, dan 15 tautan website mengenai penghinaan seseorang berlandaskan agama, suku, ras, golongan, paslon dan/atau Partai Politik; sedangkan dua tautan website melanggar UU ITE tentang penyebaran berita bohong.

Sementara, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) menemukan ada hampir 50 hoaks tersebar di media sosial selama tahapan pilkada hingga 2 Desember lalu. Ketua Cek fakta Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO), Ariwibowo Sasmito, mengatakan masyarakat masih ada yang terpengaruh hoaks di media sosial terkait pilkada.

BACA JUGA: Kualitas Pendidikan Kunci Pembangunan Berkelanjutan

Menurut Ariwibowo, pemelintiran informasi di media sosial seringkali membuat masyarakat menemui kesulitan dalam memilah informasi yang benar dan tidak, dan karenanya ia berharap literasi media sosial pada masyarakat bisa terus ditingkatkan.

Lebih lanjut Ari mengungkapkan hoaks didominasi oleh isu konten palsu sebesar 34 persen, konten yang dimanipulasi 23.4 persen, konten menyesatkan 21.3 persen, konten salah 17 persen, konten tiruan 2.1 persen, serta konten satire 2.1 persen.

0 comments

    Leave a Reply