Tanggapi Komnas HAM, Natalius Pigai Sebut Kasus Keracunan Makan Bergizi Gratis Bukan Pelanggaran HAM, Hanya Human Error | IVoox Indonesia

October 7, 2025

Tanggapi Komnas HAM, Natalius Pigai Sebut Kasus Keracunan Makan Bergizi Gratis Bukan Pelanggaran HAM, Hanya Human Error

Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai
Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai dalam konferensi pers di kementerian HAM Rabu (1/10/2025). IVOOX.ID/Fahrurrazi Assyar

IVOOX.id – Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menanggapi isu dugaan pelanggaran HAM terkait program makan bergizi gratis (MBG) yang sempat diangkat Komnas HAM dalam rapat bersama DPR. Pigai menilai kasus keracunan yang terjadi di sejumlah titik bukanlah pelanggaran HAM, melainkan persoalan teknis yang masuk dalam ranah administrasi dan manajemen.

“Kalau Komnas HAM memang tugasnya dia mengawasi. Itu kita hormati. Tapi bahwa kasus ini tidak masuk kriteria HAM. Kriteria HAM itu kan harus by design, by omission, atau by commission. Ini hanya deviasi 0,0017 persen, dan lebih kepada human error,” kata Pigai dalam konferensi pers Rabu (1/10/2025).

Ia menjelaskan, kesalahan yang ditemukan di lapangan umumnya terkait keterampilan memasak atau penyimpanan makanan yang kurang tepat. “Misalnya satu sekolah, masaknya salah karena kurang terampil, atau makanannya basi karena penyimpanan kurang. Itu tidak bisa dijadikan pelanggaran HAM. Itu murni kesalahan manajemen,” ujarnya.

Pigai menekankan bahwa administrasi dan manajemen yang bermasalah tidak bisa dipidana. “Administrasi dan manajemen itu konteksnya meminta perbaikan. Jadi kalau ada distribusi kurang bagus atau makanan basi, itu bagian dari evaluasi teknis, bukan pelanggaran HAM,” ujarnya.

Meski begitu, ia tetap menghargai langkah Komnas HAM yang mengawasi jalannya program. “Apa pun yang Komnas HAM sampaikan tentu kita hormati. Itu bagian dari pengawasan untuk kebaikan,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Pigai juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah menggerakkan ribuan pegawai kantor wilayah di seluruh Indonesia untuk melakukan pengecekan langsung. “Ribuan orang saya turunkan. Dari Sulawesi Selatan misalnya, ada 87 pegawai Kanwil ikut memantau. Jadi kita tidak hanya baca berita, kita langsung cek lapangan,” ujarnya.

Ia pun berencana memperkuat kewenangan lembaga pengawas dalam rancangan undang-undang prolegnas 2026. “Saya mau kasih otoritas lebih supaya punya power, karena SDM di Komnas HAM juga terbatas. Kalau hanya baca berita kan tidak cukup,” katanya.

Pigai menegaskan bahwa program MBG tetap berjalan baik secara keseluruhan. “Mari kita sama-sama perbaiki kekurangan, tapi jangan sampai satu-dua kasus membuat program besar ini dianggap gagal. Karena 99,99 persen pelaksanaannya berhasil,” katanya.

Komnas HAM Sebut Berpotensi Langgar HAM

Sebelumnya, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah menyoroti perlunya perhatian terhadap aspek kesehatan lingkungan dalam upaya pemenuhan hak pangan dan gizi masyarakat.  

Ketua Komnas HAM Anis Hidayah dalam diskusi di Jakarta pada Selasa, 30 Oktober 2025, menyampaikan sejumlah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) bisa timbul dalam upaya pemenuhan hak atas pangan dan gizi, termasuk isu agraria yang timbul melibatkan lahan produktif dan menyebabkan konflik lahan.

"Yang kedua adalah terkait dengan pencemaran sumber pangan. Ini karena produksi yang tidak mengindahkan aspek-aspek kesehatan lingkungan, aspek-aspek kehidupan kita sehingga melahirkan persoalan itu," kata Anis, dikutip dari Antara, Selasa (30/9/2025).

Tidak hanya itu, kata Anis, kebijakan yang mengakibatkan kelangkaan atau lonjakan harga pangan yang mempengaruhi pemenuhan hak pangan dan gizi masyarakat. Selain juga adanya praktik diskriminatif yang membatasi akses pangan terutama oleh kelompok rentan.

Dia merujuk bagaimana negara agraris seperti Indonesia dapat mengalami krisis pangan jika sejumlah itu tersebut.

"Ketika terjadi pelanggaran HAM itu maka yang harus didorong adalah pemulihan. Baik itu pemulihan melalui mekanisme yudisial, artinya proses peradilan yang fair dan adil, serta mekanisme pemulihan non-yudisial, negosiasi, mediasi, dan lain-lain," tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University Dwi Andreas Santosa menyoroti pentingnya keberpihakan terhadap petani kecil dalam memenuhi hak pangan dan gizi serta merealisasikan kedaulatan pangan. Hal itu mengingat mayoritas pangan diproduksi petani kecil.

Dia memberikan contoh kebijakan terkait bibit yang menyebabkan kriminalisasi terhadap petani, termasuk kasus petani pemulia benih di Kabupaten Aceh Utara yang terjerat kasus hukum pada 2019 akibat menjual benih padi IF8.

"Kalau saya tanyakan ke sedulur tani kami, apakah perlu bantuan? Subsidi benih, subsidi pupuk, bantuan. Jawabannya tidak perlu, jawaban mereka yang paling penting bagi mereka adalah menjaga harga yang baik di tingkat usaha tani, ini yang teramat penting," kata Dwi, dikutip dari Antara.

0 comments

    Leave a Reply