Skripsi Tidak Dihapus, Pakar: Salurkan minat dan kemampuan | IVoox Indonesia

April 29, 2025

Skripsi Tidak Dihapus, Pakar: Salurkan minat dan kemampuan

Dirjen Kemendibudristek soal Skripsi
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam dalam acara Ngobrol Santai Ditjen Diktiristek di Jakarta, Jumat (1/9/2023). Nizam sebut Skripsi tidak dihapus. (ANTARA/Astrid Faidlatul Habibah)

IVOOX.id - Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam menegaskan Peraturan Mendikbudristek (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tidak menghapus skripsi sebagai persyaratan kelulusan bagi mahasiswa S1.

“Ini jangan disalahmaknai bahwa tidak ada skripsi. Yang diubah itu adalah bentuknya bisa beragam dan itu diserahkan kepada perguruan tinggi dan program studinya,” kata Nizam dalam acara Ngobrol Santai Ditjen Diktiristek di Jakarta, Jumat (1/9/2023).  

Nizam menjelaskan Permendikbudristek tersebut mengatur bahwa persyaratan lulus bagi mahasiswa S1 dan D4 tidak hanya melalui skripsi seperti yang terjadi selama ini melainkan terdapat pilihan lain.

Ia menjelaskan melalui peraturan ini memberi kebebasan bagi perguruan tinggi untuk memberikan pilihan syarat lulus kepada mahasiswa mulai dari skripsi, prototipe, proyek dan sebagainya.  

Sebagai contoh, mahasiswa program studi ekonomi bisa menyelesaikan kasus finansial di sebuah Bank Pembangunan Daerah (BPD) sehingga lebih menarik dan sesuai dengan kompetensinya dibandingkan hanya berbentuk skripsi.

Contoh lain, ketika sebuah perguruan tinggi lebih fokus pada output berbentuk Hak Kekayaan Intelektual (HKI) maka mahasiswa bisa membuat sebuah produk konkret yang nantinya bisa disertai hak paten maupun hanya bersifat diterbitkan.

“Misal dia menguasai teknologinya untuk menyelesaikan masalah secara prosedural. Itu diwujudkan dalam apa? bisa skripsi, bisa proyek, bisa prototipe, bisa case suatu kasus,” kata Nizam dikutip dari Antara.

Meski demikian, Nizam menuturkan penetapan standar kelulusan tetap akan diserahkan kepada masing-masing perguruan tinggi terutama terkait bebas atau tidaknya mahasiswa memilih bentuk tugas akhir.

“Selama ini kan one fit for all nah selanjutnya tidak harus seperti itu. Ini yang menurut saya tetap harus mengacu pada yang telah ditetapkan perguruan tinggi,” pungkasnya.

Pakar: Salurkan minat dan kemampuan

Pakar Pendidikan sekaligus Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Prof., Dr., Cecep Darmawan S.I.P., S.A.P., S.Pd., S.H., M.H., M.Si. menyebut kebijakan tersebut merupakan langkah positif yang dirumuskan oleh Menteri Pendidikan.

“Kebijakan ini memberi opsi kepada Mahasiswa, bagi mereka yang ingin mengerjakan skripsi ada jalurnya, bagi mereka yang non skripsi misalnya prototype, projek atau yang lainnya itu diberi kebebasan, namun itu harus diatur oleh perguruan tinggi masing-masing, oloeh prodi masing-masing,” ucap Cecep kepada IVOOX ,Kamis (31/8/2023).

Ia menjelaskan, dengan berlakunya Permen tersebut dapat membantu menyalurkan minat dan kemampuan mahasiswa, sehingga tugas akhir dengan konsep prototype atau project dapat lebih relevan terhadap kemampuan mahasiswa.

“Saya nilai kebijakan ini bagus, biasanya saya protes terkait kebijakan tapi hal ini terdapat sisi positifnya, karena mahasiswa itu kan kemampuannya beragam, minatnya juga beragam, mahasiswa misalnya suka mengadakan projek yang memberikan efek positif yang seperti itu mungkin tidak perlu skripsi karena menyesuaikan minat mahasiswa,” ujarnya.

Cecep menilai pengganti skripsi tersebut dapat dilaksanakan dengan berbagai macam bentuk tergantung prodi yang diambil oleh mahasiswa, misalnya bisa berbentuk karya seni, jurnal, atau model pembelajaran bagi mahasiswa pendidikan.

“Bentuknya mungkin bisa dengan project, atau membuat karya seni, atau mahasiswa yang hobinya menulis jurnal yang sudah terindeks itu bisa juga sebagai pengganti skripsi, untuk mahasiswa pendidikan pun bisa bikim model pembelajaran misalnya yang unik khas dan bisa dipatenkan itu bisa jadi nilai uang malah,” papar Cecep.

Ia menambahkan, Permendikbudristek terkait tidak diwajibkannya skripsi terebut sangat tergantung dari kebijakan program studi dari masing-masing Umniversitas.

“Pada prinsipnya selama di dalamnya ada kreativitas, ada inovasi itu sebetulnya bisa dijadikan sebagai pengganti skripsi, pada dasarnya kebijakan ini bisa dirasakan oleh semua mahasiswa dari semua prodi, tapi balik lagi tergantung kebijakan prodinya masing-masing,” ucapnya.

Saat ditanya soal sikap Universitas Pendidikan Indonesia dalam kebijakan tersebut, Cecep optimis UPI akan sepenuhnya melaksanakan peraturan tidak diwajibkannya mahasiswa dalam penyusunan skripsi, pasalnya, ia menilai bahwa kebijakan tersebut dapat menjadi peluang mahasiswa untuk menuangkan inovasinya.

“Saya melihat khususnya di UPI sendiri akan mengikuti regulasi tersebut, artinya apabla peraturan menteri tidak mewajibkan skripsi UPI akan mengikuti, artinya membuka peluang selain skripsi,” kata Cecep mengakhiri pembicaraan


0 comments

    Leave a Reply