Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, CSIS Soroti Remiliterisasi Sipil hingga Masalah Papua yang Belum Membaik | IVoox Indonesia

October 30, 2025

Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, CSIS Soroti Remiliterisasi Sipil hingga Masalah Papua yang Belum Membaik

Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes
Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes bersama peneliti CSIS D. Nicky Fahrizal dalam diskusi publik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia di Jakarta Rabu (22/10/2025). IVOOX.ID/Fahrurrazi Assyar

IVOOX.id – Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia merilis sejumlah catatan kritis atas kinerja satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Dalam paparannya, lembaga riset tersebut menyoroti berbagai aspek, mulai dari program makan bergizi gratis hingga dinamika politik dan keamanan di Papua yang dinilai belum menunjukkan perbaikan berarti.

Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes, menilai ada dilema kebijakan dalam pembentukan kabinet Prabowo-Gibran, terutama terkait pilihan antara efisiensi dan akomodasi politik. “Saya melihat ada policy trade off, yang tidak mudah dilakukan pemerintah Prabowo-Gibran dan trade off terjadi di tiga aspek, apakah pemerintah akan membangun kabinet yang ramping atau gemuk,” ujarnya.

Menurut Arya, dinamika negosiasi politik sebelum pelantikan turut memengaruhi jumlah kementerian yang dibentuk. Ia juga menyoroti adanya pergeseran kebijakan atau policy switching pada struktur fiskal. “Kalau kita lihat yang kentara juga adalah policy switching. Switching-nya terutama struktur fiskal, sebelumnya alokasi fiskal untuk infrastruktur cukup besar, sekarang terjadi pengurangan yang cukup dalam terutama dari alokasi anggaran APBN,” ujarnya.

Sementara itu, peneliti CSIS D. Nicky Fahrizal menyoroti meningkatnya keterlibatan militer dalam ruang sipil, atau yang disebutnya sebagai remiliterisasi sipil. Menurutnya, keterlibatan tersebut terjadi di berbagai bidang, mulai dari ketahanan pangan hingga pendidikan.

“Dalam aspek ketahanan pangan, kita bisa melihat bahwa penguatan ketahanan pangan lokal itu fokusnya keterlibatan di dalam distribusi sumber daya, contohnya program MBG (Makan Bergizi Gratis) dan food estate. Sedangkan dalam aspek infrastruktur meliputi pembangunan sipil seperti Koperasi Merah Putih,” kata Nicky.

Ia menambahkan, di sektor pendidikan, keterlibatan militer tampak melalui program pembinaan nilai kedisiplinan di sekolah-sekolah. “Apabila kita melihat kasus dalam beberapa waktu lalu mengenai program anak nakal, masuk ini program militer dalam pendidikan,” ujarnya.

Nicky juga mengingatkan soal janji pembentukan Komite Reformasi Kepolisian yang hingga kini belum diumumkan. “Komite Reformasi bentukannya Pak Prabowo tapi sampai dengan saat ini memang belum ada pengumumannya. Kita perlu menagih kejelasan sejauh mana rencana pembentukan komite itu akan dijalankan, karena konsistensi Presiden menjadi penentu arah keberlanjutan reformasi,” katanya.

Di sisi lain, peneliti senior CSIS Vidhyandika D. Perkasa menyoroti kondisi di Papua yang dinilainya belum membaik meski berbagai program pembangunan terus dijalankan. “Akar permasalahan tidak ditangani, pembangunan fisik di Papua tidak mengurangi konflik karena mengabaikan masalah utama: keadilan, dialog sosial, dan akuntabilitas terhadap pelaku kekerasan negara masa lalu,” ujarnya.

Vidhyandika menilai pendekatan keamanan yang dilakukan justru memperburuk situasi. “Penambahan wilayah operasi dari aparat justru membuat kelompok TPNPB-OPM juga bertumbuh. Dialog tidak terbentuk karena minim intensif. Pemerintah harus prioritaskan dialog inklusif dengan tokoh adat, agama, pemuda, dan kelompok terpinggirkan di Papua,” katanya.

Ia juga mengkritik lemahnya dua lembaga HAM di Indonesia yang dinilai belum berfungsi optimal dalam melindungi masyarakat sipil. “Kita punya dua lembaga HAM, Kementerian HAM dan Komnas HAM, yang menurut saya sangat lemah. Mereka belum bisa berfungsi untuk melindungi kepentingan masyarakat sipil,” katanya.

Sebagai penutup, Vidhyandika menilai strategi keamanan Prabowo saat ini masih cenderung mengulang pendekatan lama tanpa menyentuh akar persoalan. “Strategi keamanan Prabowo cenderung mengulang kesalahan pemerintah sebelumnya tanpa mengatasi akar permasalahan yaitu ketidakadilan, kesenjangan, dan trauma historis yang mendalam di masyarakat Papua,” ujarnya.

0 comments

    Leave a Reply