Perludem Tegaskan Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal Berdasar Riset, Bukan Langkah Spontan

IVOOX.id – Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heroik Pratama, menegaskan bahwa dorongan untuk memisahkan pemilu nasional dan lokal bukanlah langkah spontan atau reaktif, melainkan hasil dari riset panjang dan evaluasi mendalam terhadap pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 dan 2024.
Dalam diskusi yang diselenggarakan Koalisi Pewarta Pemilu dan Demokrasi (KPPD) di Media Center Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Rabu(9/7/2025), Heroik menyampaikan bahwa gagasan pemisahan pemilu ini telah disampaikan Perludem sejak lama, bahkan sejak Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2017 yang menyebutkan enam model desain keserentakan pemilu yang dinilai konstitusional.
“Perludem waktu itu sudah diminta menjadi ahli. Kami menyampaikan bahwa untuk negara dengan sistem presidensial multipartai, pemilu sebaiknya dipisahkan antara nasional dan lokal,” ujar Heroik.
Meski demikian, saat itu MK memilih menerapkan desain pemilu serentak penuh dengan lima surat suara yang digunakan dalam Pemilu 2019 dan 2024. Namun menurut Heroik, penerapan desain tersebut justru menimbulkan banyak persoalan, baik dari sisi pemilih maupun penyelenggara.
"Tujuan awalnya adalah efisiensi dan efektivitas. Tapi nyatanya, kami melihat 17 juta suara tidak sah, dan beban kerja luar biasa, terutama di KPPS. UGM mencatat beban kerja KPPS bisa mencapai 20 jam. Itu bukan hanya tidak efisien, tapi juga membahayakan," katanya.
Selain itu, ia menyoroti bahwa sistem ini belum berhasil menciptakan pemerintahan yang stabil. Meskipun pemilu diselenggarakan secara serentak, nyatanya presiden tetap menghadapi situasi minoritas di parlemen karena perilaku pemilih tidak selalu linear antara pilihan presiden dan legislatif.
“Ada asumsi bahwa pemilih akan memilih presiden dari partai yang sama dengan legislatif, tapi itu tidak terjadi,” ujarnya.
Dari sisi kelembagaan, lanjut Heroik, desain serentak malah menciptakan kekosongan waktu antar tahapan dan memperumit koordinasi antarpenyelenggara. Ia menilai irisan tahapan antara pemilu nasional dan lokal justru menimbulkan tumpang tindih teknis, membuat tata kelola tidak efisien, dan menjadi hambatan bagi partai politik dalam menjalankan fungsi kaderisasi.
Putusan terbaru MK, yakni Putusan 135/PUU-XXI/2023, menurut Heroik, menjadi titik balik penting. Dalam putusan tersebut, MK menyatakan bahwa pemilu nasional dan lokal dapat dipisahkan, dengan jeda waktu pelaksanaan antara dua hingga dua setengah tahun. Hal ini, kata Heroik, merupakan bentuk pengakuan terhadap argumen-argumen Perludem yang telah disampaikan sejak lama.
“Dengan kondisi faktual dan obyektif yang terjadi, MK telah menyesuaikan pandangannya. Kini, kami mendorong kodifikasi UU Pemilu yang memuat pemilu serentak nasional dan serentak lokal secara terpisah, agar pemilu ke depan bisa lebih demokratis dan manusiawi,” katanya.

0 comments