Pengamat Transportasi Bandingkan Perkembangan Angkutan Umum di Jakarta dari Masa ke Masa, Siapa yang Paling Berjasa?

IVOOX.id – Pertanyaan tentang siapa yang paling berjasa membangun angkutan umum Jakarta selalu mengundang perdebatan. Moda transportasi massal ibu kota dari TransJakarta, MRT, hingga LRT tidak lahir dalam semalam. Ia adalah hasil estafet panjang yang melibatkan visi, eksekusi, dan kadang kontroversi dari berbagai pemimpin.
“Jakarta kini bukan lagi kota termacet di Indonesia. Berdasarkan Indeks TomTom Traffic 2024, ibu kota berada di peringkat kelima nasional dan ke-90 dunia, tertinggal di bawah Bandung, Medan, dan Palembang. Capaian ini bukan kebetulan, melainkan buah transformasi sistemik yang berjalan konsisten sejak 2004,” ujar Djoko Setijowarno , Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat kepada ivoox.id Senin (11/8/2025).
Era Sutiyoso menjadi tonggak penting. Tahun 2004, TransJakarta lahir sebagai pionir bus rapid transit di Asia Tenggara. “Saat itu, kami menghadapi banyak tantangan, mulai dari pembebasan jalur hingga perubahan perilaku pengguna jalan,” ujar Sutiyoso. Ia dianggap berjasa sebagai penggagas, meski kualitas layanan awal sering menuai kritik.
Fauzi Bowo melanjutkan proyek ini dengan memperluas koridor dan armada. “Kita tidak bisa membangun transportasi massal secara instan, ini butuh kesinambungan,” ujarnya. Namun, banyak pengamat menilai laju pengembangan di eranya terbilang konservatif, sehingga kemajuan tidak terlalu terasa.
Joko Widodo memecah kebuntuan dengan memulai proyek MRT yang sudah lama mandek di meja perencanaan. “MRT adalah kebutuhan mendesak, kita harus mulai walau biayanya besar,” tegasnya. Langkah ini menjadi lompatan besar, meskipun ia tidak sempat meresmikan karena naik menjadi Presiden.
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengambil alih dengan pendekatan lebih agresif. Ia mempercepat konstruksi MRT, menata halte busway, dan melakukan integrasi layanan. Gaya kepemimpinannya yang keras menuai pro dan kontra, tapi tak bisa dipungkiri progres fisiknya signifikan.
Anies Baswedan kemudian memetik hasilnya. Ia meresmikan MRT fase pertama, memulai pembangunan LRT, dan memperluas integrasi lewat JakLingko. “Transportasi massal harus ramah bagi semua kalangan dan terintegrasi dari hulu ke hilir,” ujarnya. Ia juga fokus pada kemudahan akses dan tarif terjangkau.
Heru Budi Hartono, sebagai penjabat, berperan melanjutkan pekerjaan rumah, terutama penyelesaian LRT dan optimalisasi layanan yang ada.
Jika dinilai dari ide, Sutiyoso memulai. Dari eksekusi besar, Jokowi dan Ahok menjadi penggerak utama. Dari integrasi dan pengalaman pengguna, Anies membawa pembaruan. Maka, siapa yang paling berjasa? Jawabannya mungkin bukan satu nama, melainkan rangkaian tangan yang bekerja di lintas waktu, dengan kontribusi dan kelemahannya masing-masing.

0 comments