Pakar Transportasi Sebut Perhatian Pemerintah Masih Abai terhadap Angkutan Jalan Perintis | IVoox Indonesia

July 16, 2025

Pakar Transportasi Sebut Perhatian Pemerintah Masih Abai terhadap Angkutan Jalan Perintis

Kondisi medan dan transportasi di wilayah jalan peintis
Kondisi medan dan transportasi di wilayah jalan peintis di daerah 3T Indoneisa. IVOOX.ID/doc MTI

IVOOX.id – Angkutan jalan perintis yang menjadi penghubung penting bagi daerah-daerah pelosok di Indonesia, masih menghadapi berbagai tantangan serius. Pemerintah dinilai kurang memberikan perhatian terhadap kondisi angkutan ini. Hampir seluruh armada yang beroperasi saat ini dinyatakan tidak laik jalan.  

“Pemerintah melarang angkutan umum yang tidak laik jalan beroperasi, tetapi Angkutan Jalan Perintis yang tidak laik jalan justru dibiarkan tetap beroperasi. Ini menunjukkan perhatian pemerintah terhadap angkutan ini masih jauh dari harapan,” ujar Djoko Setijowarno, Akademisi Teknik Sipil Unika Soegijapranata sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat kepada ivoox.id Rabu (18/12/2024). 

Djoko menjelaskan bahwa hampir 100 persen armada Angkutan Jalan Perintis saat ini sudah tidak memenuhi standar kelayakan jalan. Kondisi ini menciptakan dilema besar bagi Dinas Perhubungan di daerah. 

“Jika dinyatakan tidak laik jalan, warga pelosok yang sangat membutuhkan layanan ini tidak terlayani. Sebaliknya, jika tetap beroperasi, aspek keselamatan, kenyamanan, dan lingkungan menjadi taruhannya,” ujar Djoko. 

Masyarakat menggunakan transportasi umum di wilayah jalan peintis di daerah 3T Indoneisa. IVOOX.ID/doc MTI

Masyarakat menggunakan transportasi umum di wilayah jalan peintis di daerah 3T Indoneisa. IVOOX.ID/doc MTI

Usulan Pengadaan Armada Baru 

Djoko menyarankan adanya penyertaan modal negara (PMN) untuk pengadaan armada baru guna menggantikan bus-bus yang sudah usang. Hingga kini, sebagian besar armada yang digunakan adalah hasil pengadaan tahun 2012 dan 2016, yang sudah sangat tua dan rentan rusak. 

“Perum DAMRI sampai sekarang belum pernah mendapatkan PMN. Pemerintah perlu segera mengalokasikan anggaran agar armada baru bisa disediakan,” ujarnya. 

Selain itu, regulasi subsidi juga perlu diperbaiki. Saat ini, subsidi hanya mencakup tingkat keterisian 70 persen, sehingga Perum DAMRI harus menanggung 30 persen biaya operasional. Namun, tingkat keterisian di daerah 3TP (tertinggal, terdepan, terluar, dan perbatasan) seringkali jauh di bawah angka tersebut, membuat operasional menjadi sangat berat. 

Penumpang menggunakan transportasi umum di wilayah jalan peintis di daerah 3T Indoneisa. IVOOX.ID/doc MTI

Penumpang menggunakan transportasi umum di wilayah jalan peintis di daerah 3T Indoneisa. IVOOX.ID/doc MTI

Kondisi Infrastruktur yang Memprihatinkan 

Kondisi infrastruktur jalan yang dilalui Angkutan Jalan Perintis juga menjadi tantangan besar. Berdasarkan data Perum DAMRI tahun 2021, sekitar 14 persen ruas jalan yang dilalui angkutan ini dalam kondisi rusak, dengan tingkat kerusakan terparah di Sulawesi Selatan. 

"Armada kami biasa menyeberangi sungai tanpa jembatan. Kondisi ini mempercepat kerusakan kendaraan dan memerlukan pengemudi dengan keahlian khusus untuk menjaga keselamatan," jelas Djoko. 

Ia menekankan pentingnya koordinasi antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum untuk memperbaiki jalan dan jembatan yang dilalui oleh Angkutan Jalan Perintis. 

Subsidi yang diberikan untuk Angkutan Jalan Perintis saat ini sangat minim. Jika dibandingkan, subsidi untuk KRL Jabodetabek mencapai Rp 1,6 triliun per tahun, sedangkan untuk 318 trayek Angkutan Jalan Perintis di seluruh Indonesia hanya Rp 188 miliar per tahun. 

“Kesenjangan ini sangat besar. Padahal, angkutan ini menjadi tulang punggung konektivitas di daerah terpencil yang mendukung aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat,” ujar Djoko. 

Ia juga mengusulkan agar kontrak pengoperasian diubah dari skema single year menjadi multiyears untuk memberikan kepastian investasi bagi Perum DAMRI. Skema subsidi pun diharapkan berubah menjadi pembelian layanan berdasarkan formula rupiah per kilometer, menyesuaikan kondisi wilayah dan daya beli masyarakat. 

Djoko menegaskan bahwa Angkutan Jalan Perintis bukan hanya soal transportasi, tetapi juga bentuk nyata kehadiran pemerintah dalam menjangkau masyarakat di wilayah terpencil. "Pemerintah harus segera bertindak sebelum kondisi ini semakin memburuk," katanya.

0 comments

    Leave a Reply