Menkum Tegaskan Lagu Indonesia Raya Bebas Royalti, Pemutaran Lagu di Acara Pernikahan juga Bebas Royalti | IVoox Indonesia

August 24, 2025

Menkum Tegaskan Lagu Indonesia Raya Bebas Royalti, Pemutaran Lagu di Acara Pernikahan juga Bebas Royalti

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (15/8/2025). (ANTARA/Agatha Olivia Victoria)

IVOOX.id – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menegaskan lagu Indonesia Raya maupun lagu nasional lainnya bebas dari pemungutan royalti musik.

Sebab, kata dia, berbagai lagu nasional, khususnya lagu Indonesia Raya, sudah merupakan domain publik.

"Jadi, ya enggak ada itu penerapan royalti terhadap lagu nasional," ujar Supratman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/8/2025) malam, dikutip dari Antara.

Menurutnya, pihak yang menyebarkan mengenai penerapan royalti terhadap lagu nasional tidak membaca Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Di dalam UU tersebut, kata dia, pemutaran lagu nasional, khususnya Indonesia Raya dikecualikan dari pemungutan royalti.

"Nyata-nyata itu dikecualikan dari undang-undang. Itu nyata di dalam UU Hak Cipta," ungkapnya.

Adapun dalam Pasal 43 UU Hak Cipta, tertulis bahwa perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta antara lain meliputi pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Yunus Nusi menegaskan lagu kebangsaan yang kerap dinyanyikan saat timnas berlaga, tidak seharusnya dikenakan biaya royalti atau izin khusus.

“Lagu-lagu kebangsaan ini menjadi perekat dan pembangkit nasionalisme, sekaligus memicu rasa patriotisme bagi anak bangsa ketika menyanyikannya. Di Stadion GBK, dengan puluhan ribu suporter menyanyi bersama, ada yang merinding bahkan sampai menangis. Itulah nilai-nilai yang terkandung,” kata Yunus dikutip dari keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (14/8).

Menurut dia, para pencipta lagu tersebut mencurahkan karya mereka di tengah perjuangan bangsa memerdekakan diri dari penjajahan, tanpa pernah memikirkan keuntungan materi.

Polemik mengenai royalti lagu-lagu kebangsaan muncul setelah Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menyebut bahwa lagu Indonesia Raya dalam konteks pertunjukan komersial harus tetap membayar royalti kepada LMKN.

Meski demikian, beberapa waktu kemudian Komisioner LMKN bidang kolektif dan lisensi, Yessi Kurniawan, meralat pernyataan tersebut. Dalam pernyataannya, Yessi mengatakan bahwa lagu Indonesia Raya sudah berstatus milik publik (public domain), sehingga tidak terdapat perlindungan hak cipta atas lagu tersebut.

Pemutaran Lagu di Acara Pernikahan Tak Kena Royalti

Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyebutkan pemutaran lagu di acara pernikahan maupun kegiatan nonkomersial lainnya tidak dikenakan royalti.

"Enggak ada, kalau acara pernikahan enggak ada," tutur Supratman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/8/2025) malam, dikutip dari ANtara.

Ia menegaskan penerapan royalti hanya dikenakan untuk pemutaran lagu atau musik di ruang publik komersial, salah satunya kafe.

Dengan demikian, kata dia, pemilik usaha kafe memiliki kewajiban membayar royalti apabila memutarkan lagu di tempat usahanya.

Kendati begitu, Menkum menekankan pemutaran lagu atau musik di kafe tidak boleh membebani UMKM, sehingga pemerintah pasti mendengar semua pihak terkait penerapan royalti.

"Pemerintah kan juga tidak buta. Maksudnya tidak buta itu dalam pengertian, pasti mendengar semua pihak," ucap dia.

Apalagi, dirinya menuturkan pengenaan royalti kepada pengusaha tidak hanya terikat dengan Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, tetapi juga Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra.

Dijelaskan bahwa konvensi tersebut berlaku secara internasional, yang disetujui di Bern, Swiss pada 1886.

Konvensi tersebut mewajibkan negara-negara anggotanya untuk melindungi hak cipta karya-karya pencipta dari negara lain yang juga menjadi anggota konvensi, seolah-olah mereka merupakan warga negara sendiri.

"Itu berlaku secara internasional dan ini sudah lama ya, bukan barang baru," kata Menkum menegaskan.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai wacana Wahana Musik Indonesia (WAMI) untuk menagih royalti jika memutar atau menyanyikan lagu komersial pada pesta pernikahan rawan premanisme dalam praktik penagihannya.

Ia juga menilai wacana tersebut sudah tidak sesuai dengan semangat perlindungan hukum yang adil bagi masyarakat.

“Kalau begini caranya, saya lihat wacana royalti musik ini makin lama makin ngelantur. Semua sektor mau dikenain, bahkan pesta pernikahan yang jelas-jelas bersifat nonkomersil. Ini sudah ngaco, dan sangat membebani masyarakat," kata Sahroni dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (15/8/2025), dikutip dari Antara.

0 comments

    Leave a Reply