Kuasa Hukum Pertanyakan Kerugian Negara Rp 300 Triliun di Korupsi Timah | IVoox Indonesia

May 14, 2025

Kuasa Hukum Pertanyakan Kerugian Negara Rp 300 Triliun di Korupsi Timah

antarafoto-pelimpahan-perkara-korupsi-timah-130624-aaa-8
Mantan Komisaris CV Venus Inti Perkasa Kwan Yung alias Buyung (tengah) tiba di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (13/6/2024). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.

IVOOX.id – Kuasa hukum mempertanyakan penetapan nilai kerugian negara RP 300 triliun oleh Kejaksaan Agung RI pada perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022. Penggunaan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LKH) Nomor 7 tahun 2014 untuk menghitung kerugian negara riil dinilai keliru. 

Andi Inovi, selaku kuasa hukum CV Venus Inti Perkasa (VIP) mengatakan perhitungan kerugian negara pada kasus dugaan korupsi tersebut berdasarkan hitungan kerugian ekologis dan kerusakan lingkungan. Pada hitungan awal nilai kerugiannya Rp 271 triliun. Namun beleid yang digunakan menjerat tersangka menggunakan Pasal 2 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

“Padahal angka itu belakang berulang kali ditegaskan adalah kerugian ekologis, yang dipakai adalah peraturan Menteri Lingkungan Hidup, tapi untuk tindak pidana korupsi ini sudah salah kamar,” kata Andy, dikutip dari Antara, Jumat (14/6/2024.

Ia mengatakan bahwa penerapan Permen LHK No 7/2014 dalam penindakan kasus korupsi timah akan menjadi preseden buruk bagi dunia hukum Indonesia.

“Ke depan atas nama kerusakan lingkungan kalau dipakai perhitungan tersebut, dan bisa dikatakan korupsi dan kemudian dianggap sebagai kerugian negara yang tidak terbatas BUMN, siapapun perusahaan bisa dipidanakan nantinya ke depan," paparnya.

Kejaksaan Agung telah menetapkan 22 tersangka pada kasus dugaan korupsi timah tersebut. Empat di antaranya merupakan pejabat CV VIP yakni Tamron Tamsil alias Aon (TN) selaku beneficial owner atau pemilik manfaat dari CV VIP; Hasan Tjhie (HT) alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP; Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku mantan Komisaris CV VIP; dan Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional Tambang CV VIP.

Andi mengklaim penyebutan kerugian negara dari nilai kerusakan ekologis tersebut menggiring opini publik yang berasumsi para tersangka layaknya penjahat kakap. Sebelum pengumuman kerugian negara hasil perhitungan BKPK pada 29 Mei 2024, informasi yang beredar terdapat kerugian negara sebesar Rp 271 triliun akibat kerusakan ekologis. Ditambah lagi kasus tersebut juga melibatkan pesohor dan selebgram yang dinilainya mengiring publik untuk berfantasi dengan uang sebesar ratusan triliun tersebut.

“Bahasa sederhana saya seperti ini, bapak pakai aturan dalam FIFA untuk pertandingan tinju, ketika dipukul petinjunya jatuh, malah dikasih kartu merah kan itu yang terjadi," ujar Andy.

Ia mengaku penanganan perkara korupsi timah tersebut membuat pekerja tambang milik kliennya terpaksa berhenti bekerja akibat pembekuan rekening perusahaan oleh Kejaksaan Agung. Aset perusahaan kliennya berupa kebun kelapa sawit juga dibekukan juga berimbas pada pekerja di sana. Masing-masing perusahaan terkait CV VIP itu mempekerjakan sekitar 600 orang.

Sebelumnya, Rabu (29/5/2024), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adrianto mengatakan nilai Rp300 triliun merupakan riil sebagai nilai kerugian negara akibat tambang timah ilegal dalam perkara korupsi timah tersebut.

“Angka yang disebut Rp300 triliun, masuk dalam kualifikasi kerugian keuangan negara. Jaksa akan maju ke persidangan, dalam dakwaannya tidak memasukkan kualifikasi perekonomian negara. Rp 300 triliun akan didakwa sebagai kerugian negara,” kata Febrie, dikutip dari Antara.

Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Agustina Arumsari menjelaskan nilai kerugian Rp300 triliun itu disebabkan oleh kelebihan pembayaran harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp2,85 triliun.

Selanjutnya, kerugian negara juga disebabkan oleh pembayaran biji timah ilegal yang dilakukan PT Timah kepada para mitra dengan total biaya Rp26,649 triliun.

Kemudian, adanya kerusakan lingkungan yang harus dihitung oleh ahli forensik kehutanan IPB Prof Bambang hero Saharjo sebesar Rp271,06 triliun.

Menurut Agustina, nilai kerusakan ekologis dimasukkan sebagai bentuk kerugian keuangan negara dikarenakan berdampak pada penurunan nilai aset lingkungan.

“Karena dalam konteks neraca sumber daya alam dan lingkungan, kerusakan yang ditimbulkan oleh tambang ilegal merupakan residu yang menurunkan nilai aset lingkungan secara keseluruhan,” kata Agustina, dikutip dari Antara.

0 comments

    Leave a Reply