KSPI dan Partai Buruh Tolak PP Pengupahan, Nilai Tak Libatkan Buruh dan Legalkan Upah Murah

IVOOX.id – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama Partai Buruh secara tegas menolak Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan yang dijadikan dasar penetapan upah minimum 2026. Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai regulasi tersebut disusun tanpa melibatkan buruh dan tidak pernah dibahas secara substantif dalam mekanisme tripartit yang seharusnya melibatkan pemerintah, pengusaha, dan pekerja.
Menurut Said, proses yang terjadi sejauh ini hanya berupa sosialisasi singkat di Dewan Pengupahan pada 3 November 2025 selama kurang lebih dua jam. Hingga saat ini, serikat buruh mengaku tidak pernah mengetahui secara rinci isi pasal demi pasal Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan yang telah diumumkan pemerintah.
“Buruh tidak pernah diajak untuk berdiskusi merumuskan peraturan pemerintah tersebut,” kata Said Iqbal dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (17/12/2025).
Minimnya partisipasi buruh tersebut, lanjut Said, berdampak langsung pada substansi kebijakan. KSPI menilai definisi kebutuhan hidup layak (KHL) yang digunakan pemerintah menyimpang dari rujukan resmi dan membuka ruang penetapan sepihak. Menurut buruh, KHL seharusnya merujuk pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2020 yang memuat 64 komponen kebutuhan hidup.
“Sampai hari ini buruh, KSPI termasuk di dalamnya, tidak pernah mengetahui apa isi pasal demi pasal dari peraturan pemerintah terkait pengupahan tersebut,” ujar Said.
KSPI juga mempertanyakan sumber data perhitungan KHL versi pemerintah. Buruh menilai survei biaya hidup dari Badan Pusat Statistik (BPS) semestinya menjadi rujukan apabila pemerintah menggunakan pendekatan statistik. Selain itu, peran Dewan Ekonomi Nasional dalam perumusan kebijakan pengupahan dinilai tidak dikenal dalam konsep tripartit.
“Kami memandang definisi KHL yang dipaparkan oleh menteri adalah akal-akalan saja,” kata Said Iqbal.
KSPI menilai Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan yang baru dinilai mengadopsi substansi Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2024 yang sebelumnya telah dicabut. Dua regulasi tersebut, menurut KSPI, identik dengan rezim upah murah dan berpotensi merugikan buruh dalam jangka panjang.
“Penetapan kenaikan upah minimum 2026 bilamana menggunakan PP Pengupahan yang terbaru, kami tolak,” tegas Said.
Terkait penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026, KSPI menyatakan menerima formula sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 Tahun 2024 yang berbasis inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Namun, buruh mendorong agar indeks ditetapkan pada angka 0,9, meskipun pemerintah membuka rentang 0,5 hingga 0,9.
“Kami bisa menerima 0,5 sampai dengan 0,9. Tetapi dengan catatan yang sungguh-sungguh,” ujar Said Iqbal.
KSPI pun menginstruksikan buruh di daerah untuk mengawal rekomendasi Dewan Pengupahan agar indeks 0,9 disepakati kepala daerah dan ditetapkan gubernur tanpa perubahan. Said menegaskan perjuangan upah layak akan terus dilakukan secara terukur, termasuk melalui aksi lanjutan jika penetapan UMP 2026 dinilai menyimpang.
KSPI dan Koalisi Serikat Pekerja–Partai Buruh (KSP–PB) mengancam akan mengerahkan puluhan ribu buruh untuk menggelar aksi besar di Istana Kepresidenan. Aksi tersebut merupakan respons atas rencana pemerintah menetapkan upah minimum 2026 menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan yang baru, yang dinilai berpotensi mengabaikan peran serikat pekerja.


0 comments