KPU dan Bawaslu Tunggu Sikap DPR Usai Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah

IVOOX.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyatakan akan menunggu langkah lanjutan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait arah kebijakan kepemiluan pasca keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2025 tentang desain keserentakan pemilu.
Sikap tersebut mengemuka dalam diskusi publik bertajuk "Menakar Dampak Putusan MK Terhadap Kontestasi 2029" yang diselenggarakan Koalisi Pewarta Pemilu dan Demokrasi (KPPD), Rabu (9/7/2025), di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat. Diskusi menghadirkan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, Anggota KPU RI August Mellaz, Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDIP Giri Ramanda Kiemas, dan Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik M Pratama.
Dalam pemaparannya, Heroik menjelaskan bahwa permohonan uji materi yang mereka ajukan ke MK bertolak dari pengalaman keserentakan pemilu lima kotak pada 2019 yang menimbulkan sejumlah persoalan serius, seperti kelelahan petugas adhoc yang berdampak fatal, penurunan kualitas partisipasi pemilih, serta tumpang tindih antara tahapan pilkada dan pemilu legislatif.
“Kalau kita, pasca 2019 sebenarnya sudah ada wacana revisi UU Pemilu, tapi kita masih ingat betul dan kemudian itu tidak jadi dilangsungkan,” ujar Heroik.
Ia menambahkan bahwa kegagalan mengantisipasi masalah-masalah berulang yang juga tampak di Pemilu 2024 memperkuat urgensi bagi Perludem untuk kembali mengajukan uji materi ke MK. “Kondisi itu dan juga evaluasi Pemilu 2024 yang kami lihat ada permasalahan berulang, maka kami datang kembali ke Mahkamah Konstitusi untuk kemudian menjudicial review ketentuan desain keserentakan pemilu,” jelasnya. “Dan memang sejak awal kami mendorong ketika datang ke MK, mulai dari putusan 55 itu kami selalu memohonkan Pemilu Serentak adalah Pemilu Serentak Nasional dan Pemilu Serentak Lokal,” ujarnya.
Namun demikian, dari sisi legislatif, Giri Ramanda Kiemas mengungkapkan bahwa pembahasan secara formal mengenai substansi revisi UU Pemilu memang belum dilakukan oleh DPR hingga saat ini. Ia menilai respons fraksi-fraksi terhadap putusan MK masih beragam, terutama terkait kemungkinan pemisahan waktu pelaksanaan antara pemilu nasional dan daerah yang dapat memicu sejumlah komplikasi.
“Sudah beberapa partai yang menyatakan sikap secara terbuka. Ada yang mayoritas seperti tidak setuju dilaksanakan (putusan MK). Jadi kita tunggu saja dulu nih kajian-kajiannya parpol-parpol seperti apa, karena tadi komplikasi-komplikasi ini apakah bisa kita lalui atau tidak,” kata Giri.
Sementara itu, baik Bawaslu maupun KPU memilih untuk tidak terlalu jauh mengomentari substansi putusan MK tersebut. Rahmat Bagja menekankan bahwa pihaknya menyerahkan seluruh proses tindak lanjut kepada pembentuk undang-undang. “Kami serahkan semua pada pembentuk UU. Karena kami bisa sampaikan dan menjadi perhatian buat negara ini butuh waktu jeda melaksanakan UU dengan pelaksanaan penyelenggara pemilu,” ujarnya.
Senada dengan itu, August Mellaz juga menyatakan bahwa KPU tidak dalam posisi untuk memberikan tanggapan terhadap isi putusan. “KPU dalam konteks apapun tidak bisa mengomentari putusan tersebut. Itu pembentuk undang-undang yang melakukan tindak lanjut, nanti topiknya bagaimana, maka KPU akan lakukan. Karena KPU sudah mengucapkan sumpah janji, jadi KPU tinggal laksanakan,” katanya.

0 comments