KPPU Rilis Dugaan Kartel Tarif Pesawat Pekan Depan

IVOOX.id, Jakarta -- Penyelidikan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) soal dugaan adanya persekongkolan atau kartel dalam penetapan tarif pesawat domestik akan dirilis pekan depan.
Proses penyelidikan yang diinisiasi KPPU telah berjalan sekitar dua bulan dengan memanggil dan mengkonfirmasi informasi atau data kepada sejumlah stakeholder, baik dari pihak pembuat kebijakan hingga maskapai nasional.
"Sudah lebih dari sebulan kita melakukan investigasi, pekan depan kita paparkan hasil investigasinya," ujar Anggota Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih di kantornya di Jakarta, Senin (8/4).
Hasil laporan yang disiapkan KPPU merupakan hasil penyelidikan sejumlah isu seperti pengaturan harga kargo, potensi pelanggaran rangkap jabatan, hingga hilangnya penjualan tiket kompetitor di beberapa operator penjualan tiket.
Pokok permasalahan tersebut diperkirakan menjadi pemicu pengaturan tarif tiket penerbangan.
"Kita paparkan hasil penyelidikan kami mulai paparan soal karho dan rangkap jabatan. Perihal rangkap jabatan benar adanya, tapi apakah itu menyebabkan praktik usaha yang tidak sehat. Nanti kita akan buktikan pekan depan," imbuhnya.
Fakta rangkap jabatan ini mengemuka karena Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra diketahui sebagai komisioner PT Sriwijaya Air yang notabene perusahaan kompetitor.
Rangkap jabatan ini disinyalir karena Sriwijaya Air memilihi utang kepada PT Garuda Maintenance Facility Aeroasi (GMFAA), anak perusahaan dari PT Garuda Indonesia.
Utang Sriwijaya Air diperkirakan mencapai US$15,6 juta dengan estimasi biaya perawatan 10 mesin dan perawatan pesawat.
Utang ini yang menjadi jalan Askara dapat merangkap jabatan di dua maskapai berbeda melalui skema Kerja Sama Sistem Operasi (KSO).
Jika penyelidikan KPPU terbukti, proses persidangan dapat dilakukan. Ancaman sanksinya berupa denda maksimal Rp25 miliar sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
Soal perang tarif seyogyanya pelaku usaha pihak dewasa untuk menentukan bisnisnya agar bertahan (survive).
"Kalau konteks perang tarif dalam predatory pricing menggunakan beberapa prosedur. Tidak bisa serta merta kita vonis seperti itu. Justru kita mengimbau lembaga negara untuk memberikan laporan ke KPPU," katanya.
Ia menambahkan, komunikasi KPPU dengan kemenhub itu bukan soal perang tarif. Akan tetapi soal membuat kebijakan untuk menfasilitasi adanya indikasi tersebut. Jawaban kemenhub tidak memfasilitasi itu, sehingga tindakan terhadap potensi penetapan harga kemenhub tidak ada hubungannya dengan perang tarif tersebut.
"Terkait Pasal 5 itu tidak ruang kalau di pasal lain yang hanya berhenti pada poin pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya dilarang menetapkan harga sehingga pemenuhan unsurnya kompleksnya pasal lain. Dalam hal ini, penentuan harga dua itu yakni ada tiket dan kargo," tutupnya. (Adhi Teguh)

0 comments