Investor Kelas Atas Indonesia Paling Banyak Pegang Emas di Asia, Porsi Saham Malah Menyusut

IVOOX.id – HSBC melalui survei Affluent Investor Snapshot 2025 menempatkan investor kelas atas (affluent) Indonesia pada posisi teratas dalam kepemilikan emas di antara 11 negara lain. Rata-rata alokasi emas dalam portofolio mereka kini mencapai 25 persen, melonjak 12 poin persentase dibanding tahun sebelumnya. Lonjakan ini menunjukkan tingginya kepercayaan investor Indonesia terhadap emas sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian global.
Sebaliknya, kepemilikan uang tunai mengalami penurunan signifikan. Dari sebelumnya 25 persen, kini turun menjadi 19 persen, atau menyusut 6 poin persentase. Kondisi serupa juga terlihat di sejumlah negara lain yang ikut disurvei HSBC. Namun, jika investor di luar negeri cenderung mengalihkan dana ke saham atau obligasi, investor Indonesia lebih memilih langsung menempatkan dana ke emas.
“Investor Indonesia ini tipe yang sekalinya tidak cash, langsung ke emas daripada obligasi atau saham. Bahkan porsi saham berkurang (turun 5 poin persentase dibanding 2024),” ujar Head of Networks Sales and Distribution HSBC Indonesia, Sumirat Gandapraja, dalam media briefing di Jakarta, Senin (15/9/2025).
Sumirat menambahkan, pola ini sangat dipengaruhi faktor literasi. Banyak investor Indonesia masih melihat volatilitas pasar saham sebagai risiko besar yang sebaiknya dihindari. Padahal, menurutnya, gejolak pasar biasanya hanya berlangsung sementara. “Saya mengingatkan volatilitas pasar biasanya tidak berlangsung lama, sehingga investor yang terlalu takut berinvestasi di saham, terutama saham teknologi, justru berisiko kehilangan momentum di tengah pertumbuhan positif pasar Amerika dan China,” kata dia.
Meski alokasi terbesar jatuh ke emas, portofolio investor affluent Indonesia tetap menunjukkan diversifikasi. Rata-rata alokasi ke properti mencapai 10 persen, obligasi 10 persen, dan saham 5 persen. Dari sisi kepemilikan produk, tiga instrumen keuangan teratas yang paling populer adalah emas fisik (44 persen), deposito berjangka (33 persen), dan investasi terkelola (31 persen).
HSBC juga mencatat adanya minat yang kuat terhadap produk-produk baru dalam 12 bulan ke depan. Asuransi terkait investasi atau unit link (47 persen) dan solusi keuangan terkelola (43 persen) menjadi pilihan utama. Selain itu, minat terhadap instrumen yang lebih kompleks seperti emas digital, multi-asset solutions, hingga private market funds meningkat, terutama di kalangan generasi muda. Gen Z dan milenial disebut memiliki selera risiko lebih tinggi serta adopsi inovasi yang lebih cepat dibanding generasi sebelumnya.
Dari sisi pandangan terhadap kualitas hidup, kalangan affluent Indonesia cenderung optimistis. Sebanyak 84 persen responden mengaku puas dengan kualitas hidup mereka, naik 2 poin persentase dibanding tahun lalu. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata global, menunjukkan kepercayaan diri yang kuat di tengah berbagai tekanan ekonomi. Kepercayaan untuk mencapai tujuan keuangan pun konsisten tinggi di semua kelompok usia, dengan Gen Z dan milenial menempati posisi paling optimis, jauh melampaui rata-rata global.
Survei ini juga menyoroti perubahan proyeksi kebutuhan pensiun. Jika pada 2024 rata-rata responden menilai membutuhkan 446 ribu dolar AS untuk menjalani masa pensiun yang nyaman, tahun ini angkanya melonjak menjadi 565 ribu dolar AS. Generasi muda seperti Gen Z dan milenial lebih banyak memprioritaskan dukungan finansial untuk keluarga, membangun kekayaan, dan persiapan pensiun. Sementara itu, Gen X dan Baby Boomer lebih fokus pada tabungan untuk rekreasi, menjaga aset yang telah dimiliki, serta menyiapkan masa tua.
Sebagai informasi, data dalam survei HSBC Affluent Investor Snapshot 2025 dikumpulkan secara daring pada Maret 2025. Total responden mencapai 10.797 orang dari 12 negara, termasuk 547 investor affluent dari Indonesia dengan kriteria memiliki aset dapat diinvestasikan antara 100 ribu hingga 2 juta dolar AS.

0 comments