Indonesia Inginkan Diversifikasi Perdagangan

IVOOX.id, Jakarta - Indonesia mendorong diversifikasi perdagangan dengan India, dari minyak kelapa sawit dan batu bara merambah ke kerja sama teknologi tinggi dan peningkatan konektivitas jaringan. Diversifikasi ini seiring langkah kedua negara untuk mendorong perdagangan dari nilai sekarang US$20 miliar menjadi US$50 miliar pada 2025.
Hal tersebut disampaikan oleh Duta Besar Indonesia untuk India Sidharto Reza Suryodipuro saat berbicara dalam seminar “India-Indonesia relations@70” yang diselenggarakan oleh Nehru Memorial Museum dan Perpustakaan di New Delhi, India, Rabu (20/6).
Acara ini diselenggarakan untuk memperingati 70 tahun hubungan bilateral antara kedua negara.
“Jika kita ambisius, jika kita ingin meningkatkan perdagangan hingga tiga atau empat kali lipat, kita tidak bisa mengandalkan sumber daya alam saja,” ungkapnya seperti dilansir Livemint.
Menurut Arto – panggilan akrab Sidharto – India adalah pasar terbesar minyak sawit dan batu bara Indonesia. Berkat dua komoditas tersebut, Indonesia menikmati surplus perdagangan hingga US$10,03 miliar tahun lalu. Nilai perdagangan kedua negara sendiri mencapai US$18,13 miliar.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, surplus perdagangan ini tumbuh 38,78% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$7,23 miliar. Di 2016 ini, total nilai perdagangan Indonesia-India sebesar US$12,97 miliar.
Pada triwulan I-2018, perdagangan kedua negara mencapai 4,32 miliar, atau turun 2,99% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar US$4,46 miliar. Penurunan nilai ekspor diikuti oleh turunnya surplus yang dibukukan Indonesia. Jika pada triwulan I-2017 Indonesia membukukan surplus US$2,44 miliar, pada triwulan I-2018 Indonesia hanya membukukan surplus US$2,08 miliar.
Salah satu penyebab turunnya nilai ekspor dan surplus ini adalah kebijakan India menaikkan pajak impor minyak nabati sebesar 44% untuk CPO dan 54% untuk refined palm oil pada awal Maret 2018. Sebelumnya, pajak impor untuk CPO sebesar 30% dan refined palm oil sebesar 40%.
Menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), pengenaan pajak yang lebih tinggi ini menggerus ekspor minyak sawit Indonesia ke India. Pada Maret 2018, volume ekspor minyak sawit turun sekitar 8% dari 442,9 ribu ton di Februari menjadi 408,65 ribu ton.
“Kami tidak bisa hanya mengandalkan minyak sawit. Berapa besar minyak sawit yang dapat dikonsumsi India? Ada batasnya. Karena itu kita perlu lebih dari sumber daya alam. Kita perlu memiliki hubungan maritim langsung, juga lebih banyak penerbangan langsung,” seru Arto.
Saat ini, maskapai penerbangan Indonesia sudah membuka rute penerbangan ke India, namun belum ada maskapai India yang terbang langsung ke Indonesia.
Prabir De, seorang peneliti di pusat Research and Information System for Developing Countries menyebutkan salah satu cara untuk kedua negara meningkatkan hubungan dagang adalah Indonesia meratifikasi perjanjian India -Asean Free Trade Agreement di bidang jasa dan investasi.
Kesepakatan ini diraih pada 2012, namun sepuluh negara Asean harus meratifikasi agar perjanjian tersebut berlaku. Dari sepuluh negara Asean, Indonesia dan Kamboja belum meratifikasi. Salah satu alasan yang dikemukakan Jakarta adalah kekhawatiran akan membanjirnya tenaga kerja asing di sektor jasa.

0 comments