Homo Erectus dari Sundaland: Fragmen Kehidupan Purba dari Dasar Laut Selat Madura | IVoox Indonesia

July 9, 2025

Homo Erectus dari Sundaland: Fragmen Kehidupan Purba dari Dasar Laut Selat Madura

Arkeolog1
ILUSTRASI - Homo erectus yang hidup di Sundaland memiliki cara hidup yang lebih aktif dalam perburuan, berbeda dengan populasi sebelumnya yang ditemukan di Jawa. IVOOX.ID/AI

IVOOX.id - Penemuan dua fragmen tengkorak Homo erectus dari dasar laut Selat Madura membuka pengetahuan baru tentang kehidupan manusia purba di kawasan Sundaland, dataran luas yang kini sebagian besar telah tenggelam. Sundaland antara lain mencakup laut Jawa, China Selatan, dan Selat Madura.

Temuan penting ini mengungkap bahwa 140 ribu tahun lalu, Homo erectus tidak hanya hidup terisolasi di Pulau Jawa seperti yang selama ini diduga, melainkan juga mendiami dataran rendah yang subur di kawasan paparan Sunda, yang kini berada di bawah permukaan laut. 

Dalam ekspedisi arkeologi bawah laut yang berlangsung selama lima tahun, para peneliti menemukan 36 spesies vertebrata di lokasi yang kini menjadi bagian dari Selat Madura. Ini merupakan pertama kalinya fosil vertebrata ditemukan di dasar laut Indonesia.

Di antara fosil-fosil itu, dua di antaranya adalah fragmen tengkorak Homo erectus, manusia purba yang dikenal pernah hidup di wilayah Jawa Tengah dan Timur.

“Penemuan ini merupakan bukti pertama persebaran Homo erectus di dataran rendah yang luas, paparan Sunda, yang saat ini terendam di bawah laut Selat Madura,” terang Sofwan Noerwidi, Kepala Pusat Riset Arkeometri, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dalam keterangan resmi, diakses Minggu (18/5/2025).

Sebelumnya, jejak Homo erectus diketahui hanya berasal dari situs-situs daratan seperti Trinil, Sangiran, dan Ngandong. Temuan baru ini menggambarkan bagaimana populasi Homo erectus juga hidup di kawasan yang kini menjadi perairan laut, dengan memanfaatkan sungai-sungai besar sebagai pusat kehidupan.

Menurut Harold Berghuis dari Universitas Leiden, Homo erectus kemungkinan besar menetap di tepian sungai karena sumber daya yang melimpah. Sepanjang sungai mereka bisa mendapatkan air, kerang, ikan, buah, dan biji-bijian sepanjang tahun.

"Kami sudah tahu Homo erectus mengumpulkan kerang sungai. Kali ini, kami juga menemukan tulang kura-kura yang menunjukkan bekas potongan serta banyak tulang sapi yang patah, mengindikasikan praktik perburuan dan konsumsi sumsum tulang,” ungkap Berghuis.

Temuan ini juga menunjukkan bahwa Homo erectus yang hidup di Sundaland memiliki cara hidup yang lebih aktif dalam perburuan, berbeda dengan populasi sebelumnya yang ditemukan di Jawa.

Mereka memburu hewan yang sehat dan kuat. Ini menunjukkan cara hidup yang lebih kompleks, mirip dengan populasi manusia purba di daratan Asia.

Indikasi ini membuka kemungkinan adanya kontak antar populasi hominin dari Asia daratan dan Sundaland, bahkan mungkin pertukaran genetik.

Sofwan Noerwidi pun menambahkan, peneliti mungkin selangkah lebih dekat untuk melacak penghunian Homo erectus di luar Jawa.

"Jejak-jejak hominin awal juga sebelumnya ditemukan di Kepulauan zona Wallacea,” katanya.

Ekosistem Sundaland: Sungai Purba, Gajah, dan Hiu Sungai

Penemuan ini tidak hanya memperluas pemahaman tentang penyebaran Homo erectus, tapi juga merekonstruksi ekosistem purba Sundaland, dataran yang dulunya menghubungkan daratan Asia dengan Nusantara.

Pada masa 140 ribu tahun lalu—periode glasial terakhir—permukaan laut berada sekitar 100 meter lebih rendah dari sekarang, membentuk daratan luas dengan sistem sungai besar yang kaya akan kehidupan.

Berghuis mengatakan, sebagian besar pulau di Indonesia saat ini dulunya adalah perbukitan dari satu dataran besar. Sundaland adalah dataran luas itu, yang kini tenggelam menjadi Laut Jawa, Laut China Selatan, dan Selat Madura.

Fosil-fosil dari lembah sungai purba yang ditemukan di bawah laut kini memberi informasi berharga tentang keanekaragaman hayati masa itu. Ekosistem tersebut menyerupai sabana Afrika modern—hamparan padang rumput luas dengan jalur hutan sempit yang mengikuti aliran sungai.

“Kami menemukan spesies-spesies seperti gajah, sapi, badak, bahkan hiu sungai. Beberapa spesies telah punah, seperti kuda nil Asia, sementara yang lain masih bertahan tetapi sangat terbatas, seperti biawak Komodo, dan hiu sungai,” jelas Berghuis.

Koleksi fosil dari situs ini, saat ini disimpan di Museum Geologi, Bandung. “Kumpulan fosil yang berasal dari lokasi fragmen fosil Homo erectus tersebut sekarang disimpan dan dikonservasi di Museum Geologi," kata Unggul Prasetyo, peneliti dari Museum Geologi Bandung.

Unggul menambahkan, fragmen Homo erectus yang ditemukan berasosiasi dengan fosil fauna darat di endapan sungai yang kini tertutup air laut adalah bukti penting kondisi lingkungan purba di timur Pulau Jawa.

Pandangan serupa disampaikan Shinatria Adhityatama dari Griffith University. Ia menilai bahwa potensi arkeologi bawah laut Indonesia sangat besar, tidak hanya terkait kapal karam tetapi juga lanskap prasejarah yang kini tenggelam.

“Hasil penelitian ini semoga menjadi pemicu eksplorasi lebih luas terhadap kawasan seperti Sundaland dan Sahul,” katanya.

Adhityatama juga menekankan bahwa kawasan ini kaya akan sungai besar yang mendukung kehidupan beragam makhluk hidup purba. Ia berharap penelitian yang konsisten akan menghasilkan temuan-temuan semacam ini di masa depan.

Kekayaan ekosistem dan keberadaan manusia purba di kawasan ini juga mempertegas pentingnya pendekatan multidisiplin dan eksplorasi lebih dalam terhadap wilayah yang tenggelam.

“Penemuan ini semakin mengukuhkan Sundaland sebagai kawasan kunci dalam studi prasejarah kuarter. Perlu eksplorasi lebih jauh dengan teknik arkeologi bawah laut dan pendekatan lintas keilmuan,” tegas Noerwidi.

Penelitian kolaboratif ini melibatkan tim dari Universitas Leiden, Indonesia, Australia, Jerman, dan Jepang, dan telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah "Quaternary Environments and Humans".

Sebagian besar Sundaland kini berada di bawah laut, tetapi fragmen-fragmen kehidupan dari masa 140 ribu tahun lalu mulai memberi suara bahwa mereka pernah hidup di tanah yang kini tenggelam di dasar laut.

Penulis: Diana

Kontributor

0 comments

    Leave a Reply