Ekonom Prediksi IHSG Bisa Tembus 9.000 pada Kuartal I 2026

IVOOX.ID – Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto, memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) berpotensi menembus level 8.800 hingga 9.000 pada 2026. Proyeksi tersebut diperkirakan tercapai dalam enam bulan ke depan atau sekitar kuartal I/2026.
Menurut Rully, peluang penguatan IHSG ke level tersebut didorong oleh kinerja saham-saham grup konglomerat besar yang selama ini menjadi motor penggerak reli indeks. Selain itu, arah pergerakan pasar juga diperkirakan akan mengikuti target dari Morgan Stanley Capital International (MSCI).
“Kalau misalkan dari kita mengeluarkan atau memasukkan saham-saham dari grup-grup konglomerat yang selama ini mendorong penguatan sampai 8.000, bahkan kalau mereka menargetkan untuk mencapai MSCI, mungkin akan bisa naik lagi ke 8.800 atau bahkan 9.000, tapi statement kita tetap fundamental,” kata Rully di Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Meski begitu, Rully menegaskan bahwa proyeksi optimistis tersebut tetap berlandaskan pada analisis fundamental. Ia menilai sejumlah saham berfundamental kuat seperti PT Astra International Tbk (ASII), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Indosat Tbk (ISAT), dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) masih menjadi acuan utama meski pergerakannya tidak seagresif saham-saham lain.
“Karena saham fundamental-fundamental seperti Astra, Telkom, Indosat, Unilever itu memang kita masih belum bisa mengubah karena kita melihat dari fundamental. Kalau kita bicara fundamental saja, saya rasa mungkin IHSG kita masih di 7.000-an,” ujarnya.
Rully juga mengingatkan bahwa dari sisi valuasi, pasar saham Indonesia saat ini sudah tergolong tinggi. Berdasarkan data RTI per Kamis (16/10), IHSG berada di level 8.124,75, naik 73,58 poin atau 0,91 persen, setelah sempat menyentuh level tertinggi 8.148,04 dan terendah 8.030,77 dalam perdagangan harian.
“Memang kalau overvalue dilihat dari fundamental dan PE ratio-nya, ya pasti memang sudah overvalue,” ujarnya.
Terkait saham-saham berfundamental kuat yang terlihat kurang likuid dibandingkan dengan saham-saham pendorong indeks, Rully menegaskan hal itu bukan karena turunnya minat investor, melainkan mencerminkan kondisi ekonomi aktual.
“Bukan kurang likuid, tapi mencerminkan kondisi ekonomi fundamental sekarang. Kalau dari perbankan misalkan, NPL-nya juga masih agak tinggi, kemudian loan growth-nya juga masih di 7,5 persen,” katanya.
Sementara, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto, mengatakan bahwa perubahan kebijakan fiskal pasca penunjukan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan menjadi faktor kunci yang memperkuat arah positif pasar saham. “Penunjukan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan mengubah fokus kebijakan ke arah pertumbuhan ekonomi yang lebih agresif, tetapi tetap perlu menjaga disiplin fiskal,” ujarnya dalam Media Day Mirae Asset di Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Menurut Rully, fokus kebijakan pemerintah yang lebih berorientasi pada pertumbuhan memberi sinyal positif bagi investor, meski dinamika global masih berpotensi menimbulkan gejolak di pasar modal. “Investor perlu tetap adaptif terhadap dinamika global dan domestik. Secara umum, prospek pasar masih menarik,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa koreksi pasar saham belakangan ini lebih banyak dipicu oleh faktor eksternal dan sentimen makroekonomi. Beberapa di antaranya adalah meningkatnya ketidakpastian global, kenaikan harga emas, serta arus modal asing keluar dari pasar obligasi sebesar Rp45,8 triliun sepanjang September hingga Oktober. Meski demikian, Rully menegaskan bahwa sejak awal tahun pasar saham Indonesia masih mencatat net buy dari investor asing, menunjukkan kepercayaan terhadap fundamental ekonomi nasional masih tinggi.

0 comments