DPR Susun Indikator Kesejahteraan Terkait Makro-Riil

iVOOXid, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah menyatakan pihaknya sedang menyusun indikator kesejahteraan yang lebih realistis karena selama ini indikator makro yang digunakan sebagai pencapaian pembangunan kerap tidak sinkron dengan kondisi ekonomi riil.
"Kami sedang menyusun atau membangun indikator kesejahteraan rakyat yang lebih konkret. Kami sedang diskusi selama dua tahun dalam menyusun kerangka," kata Fahri Hamzah dalam rilis, Selasa (15/8/2017).
Menurut dia, indikator tersebtu diperlukan karena selama ini pemerintah dinilai tidak mampu membaca dinamika ekonomi rumah tangka atau individu secara keseluruhan, padahal masih terdapat kemiskinan di berbagai daerah terpencil di Indonesia.
Fahri juga berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01 persen di kuartal dua tidak sejalan dengan tingkat daya beli masyarakat yang menurun.
Untuk itu, ujar dia, ada sebuah anomali yang terkait dengan tingkat konsumsi masyarakat.
Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR M. Sarmuji menyoroti kelesuan hasil penjualan semester I-2017 di sektor riil yang terjadi pada saat kondisi fundamental makro ekonomi yang bagus.
"Pemerintah harus memberikan insentif untuk memperkuat daya beli utamanya pada masyarakat dengan penghasilan rendah," kata Sarmuji.
Ia mengatakan kontradiksi antara kondisi fundamental makro dan situasi di sektor riil bisa disebabkan karena masyarakat menahan diri untuk belanja.
Demikian juga dengan inflasi yang rendah, yang pada Juli 2017 0,22 persen, bisa diakibatkan karena masyarakat menahan diri karena memperkirakan/ekspektasi pengeluaran yang lebih tinggi atau penurunan daya beli.
Dalam konteks pemberian insentif untuk memperkuat daya beli, lanjut Sarmuji, pemerintah perlu memperkuat program padat karya dan menambah subsidi langsung kepada masyarakat yang berhak menerima.
Politisi Partai Golkar itu menganggap momentum ini sekaligus bisa dimanfaatkan untuk memperkecil tingkat kesenjangan dan kemiskinan di masyarakat.
"Program pembangunan infrastruktur sebaiknya direlaksasi agar likuiditas di sektor keuangan tidak terserap secara dominan ke sektor tersebut sehingga bisa digunakan untuk menggerakkan sektor produksi dan konsumsi," ucapnya. (ant)

0 comments