Hari Anti Penyiksaan Internasional, Dua Cerita Tragis Imigran Indonesia di Malaysia

IVOOX.id - Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) menyatakan, sebanyak dua kasus temuan penyelewengan Hak Asasi Manusia (HAM) ditemukan di pusat tahanan imigrasi Sabah, Malaysia.
Dengan, dua temuan tersebut turut menyikapi dari Hari Anti Penyiksaan Nasional dan Kondisi Perempuan dan Anak Didalam Pusat Tahan Imigrasi.
"Pemantauan kali ini memberikan perhatian khusus terhadap kondisi tahanan perempuan dan bayi di Depot Tahan Imigrasi (DTI) di Sabah, Malaysia. Secara terperinci kami menuliskan cerita tentang penahanan perempuan ketika disana," ucap Koordinator KBMB Suryani di Gedung YLBHI, Jakarta Melalui Kegiatan Konferensi Pers Kondisi Perempuan dan Anak Didalam Pusat Tahan Imigrasi Sabah, Senin (26/6/2023).
Suryani mengatakan, melalui cerita pertama datang dari seorang wanita yang sudah samarkan yakni Fatimah.
Dimana, dari usianya yang diperkirakan sekitar 50 tahun. Ia telah meninggal di DTI Tawau setelah dua tahun lebih tidak kunjung dideportasi karena kewarganegaraannya tidak dapat dipastikan.
"Fatimah meninggal pada 11 Oktober 2022, sekitar jam 2 malam. Sebelum meninggal, ia sering mengeluh sesak nafas dan dadanya sakit. Ia juga telah melapor beberapa kali pada petugas, namun selalu diabaikan, sampai akhirnya meninggal," jelasnya
Suryani melanjutkan, adapun cerita lainnya yang turut disampaikan. Hal itu, datang Asmawati berusia 22 tahun.
"Saat itu ia ditangkap. Lalu selepas dua bulan ditangkap, Asmiwati baru tahu kalau dirinya sedang hamil. Dan kemudian melahirkan di rumah sakit dan harus kembali ditahan bersama bayinya yang baru lahir. Selama 3 tahun 1 bulan di DTI Papar," ujarnya.
Suryani mengatakan, atas adanya temuan penyelewengan HAM. Pihaknya mendapatkan temuan informasi dari para rekan-rekan deportan lainnya bahwasanya kondisi umum mereka di Pusat Tahan Imigrasi Sabah Malaysia telah terjadi penangkapan massal dan sewenang-wenang, penahanan berkepanjangan dan tanpa batas waktu kepastian kapan akan dibebaskan persoalan kesehatan : Kematian, scabies dan lumpuh.
"Maupun temuan lainnya seperti ruang tahan yang penuh sesak, kotor. Kondisi makan dan minum yang kurang baik, hak untuk mendapatkan lawatan dan komunikasi, maupun yang lainnya," imbuhnya.
Ia bercerita, sepanjang pemantauan Maret 2022 sampai April 2023 setidaknya ada 14 peristiwa deportasi massal. Selain itu, Pemerintah Sabah, Malaysia juga kerap menangkap ribuan orang tanpa tanpa dokumen di setiap tahunnya, sebagian dari mereka di deportasi ke Indonesia melalui ke Pulau Nunukan.
"Pada deportasi massal, jumlah deportan terbanyak per satu kali deportasi adalah 372 orang (Juni 2022) dan paling sedikit 24 orang (Maret 2023). Seluruhnya ada 2347 migran bersama keluarganya yang dideportasi. 380 diantaranya adalah perempuan dewasa. 174 deportan berusia di bawah 18 tahun, 84 diantaranya berusia di bawah 12 tahun, dan 41 orang diantaranya bayi di bawah usia lima tahun.Angka-angka ini 90 persen itu adalah berasal dari buruh imigran dari Sulawesi Selatan dan juga PT," tuturnya.
Sementara, Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah menyatakan, atas ditemukannya penyelewengan HAM ini. Pihaknya amat menyesalkan akan terjadi hal itu.
"Saya ingin menanggapi beberapa hal yang pertama laporan yang disampaikan tadi sebenarnya adalah bentuk keberulangan situasi kejam dan tidak manusiawi yang terjadi pada pekerja imigran yang ditahan rumah tahanan imigrasi dan situasi itu sudah terjadi berpuluh-puluh tahun nyaris tidak ada perubahan," paparnya.
Ia menyatakan, adapun pemantauan yang telah dilakukan oleh KBMB. Semestinya bisa segera ditindaklanjuti serius oleh Pemerintah Indonesia dan Malaysia.
"Apa yang terjadi pada buruh imigran yang ditahan itu melanggar prinsip dasar HAM yaitu human dignity. Bagaimana setiap orang itu sudah semestinya diperlakukan hak dan martabatnya yang manusiawi terbebas dari penyiksaan dan perlakuan kejam," sambungannya.
Sesampai, kata dia permasalahan ini, semestinya menjadi persoalan yang dianggap serius oleh kedua negara.
"Apalagi dalam konteks hubungan diplomatik di tingkat elit hubungan kedua negara sangat baik, tetapi kalau situasi asas manusia kewarganegaraan kita disana tidak baik, artinya ini harus menjadi isu ditingkat elit yang mesti segera ditindaklanjuti," pungkasnya.
Reporter: Denny Arya

0 comments