CSIS Nilai Program Makan Bergizi Gratis Prabowo-Gibran Populis tapi Sentralistik

IVOOX.id – Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyoroti pelaksanaan berbagai program populis di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, terutama program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dalam evaluasi satu tahun pemerintahan yang digelar di Jakarta pada Rabu, 22 Oktober 2025, CSIS menilai bahwa MBG mencerminkan semangat nasionalisme dan komitmen terhadap kesejahteraan rakyat, namun pelaksanaannya dinilai terlalu sentralistik dan menimbulkan persoalan di tingkat daerah.
Wakil Direktur Eksekutif Bidang Operasional CSIS, Medelina K. Hendytio, menjelaskan bahwa MBG merupakan kebijakan yang lahir dari janji kampanye Prabowo-Gibran dan menunjukkan kombinasi antara idealisme nasionalis, pragmatisme politik, serta intuisi militer. Meski begitu, ia menilai kebijakan tersebut perlu dievaluasi lebih dalam dari sisi tata kelola dan pendanaan.
“Catatan pertama, program ini membutuhkan pembiayaan yang sangat besar. Misalnya, untuk MBG diperkirakan tahun depan akan lebih besar dari Rp300 triliun dan akan diambil, misalnya, dari dana pendidikan,” ujar Medelina Rabu (22/10/2025). Ia menambahkan bahwa kebijakan sebesar ini menuntut mekanisme fiskal yang matang agar tidak membebani sektor lain, khususnya pendidikan dan pelayanan publik dasar.
Dalam riset yang dilakukan CSIS, ditemukan bahwa banyak daerah belum merasakan manfaat program MBG secara nyata. Menurut Medelina, sejumlah pemerintah daerah bahkan menyatakan kekhawatiran terkait dampak pembiayaan program terhadap keuangan daerah. “Mereka mempertanyakan siapa yang akan membiayai ini. ‘Kami sudah tidak sanggup lagi kalau anggaran pendidikan harus diambil untuk membiayai program-program tersebut.’ Ini yang disebut crowding out ruang fiskal,” ujarnya.
Medelina juga menyoroti pola pelaksanaan MBG yang dinilai masih bersifat top-down dan belum menyesuaikan kondisi di lapangan. Ia menegaskan, tidak semua daerah memiliki kapasitas dan infrastruktur memadai untuk menerapkan program ini secara efektif. “Kita juga melihat, jauh sekali perbedaan antara apa yang direncanakan pusat dengan implementasinya di daerah ketika kebijakan itu bersifat top-down,” katanya.
Persoalan lain yang menjadi perhatian CSIS adalah soal payung hukum program MBG. Menurut Medelina, aturan pelaksanaan muncul setelah program berjalan, sehingga menimbulkan kebingungan dalam penerapan di berbagai daerah. “Persoalan-persoalan standar yang sebetulnya harus menjadi pegangan, agar semua menjalankan dengan aturan dan kriteria yang jelas, itu yang kemudian menjadi persoalan,” ujarnya.


0 comments