BRIN: Radiasi nuklir dapat percepat masa panen

IVOOX.id - Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rohadi Awaludin mengatakan iradiasi (pemaparan radiasi) nuklir terhadap varietas pertanian di Indonesia dapat mempercepat masa panen 66,7 persen atau 2/3 dari varietas pada umumnya.
"Sampai 2/3 kalau ga salah," katanya di Jakarta, Jumat (13/10/2023) dikutip dari Antara.
Ia menjelaskan cara kerja radiasi nuklir untuk bidang pertanian ini yakni dengan memutasikan sel yang ada pada tumbuhan tersebut.
Sehingga dari hasil mutasi ini dapat menghasilkan benih yang diinginkan, seperti berumur pendek.
Rohadi menyampaikan proses pemaparan radiasi nuklir dilakukan sebelum pembenihan, hal tersebut bertujuan supaya setelah terjadi mutasi, hasil yang ditanam dapat diobservasi terlebih dahulu pertumbuhannya.
Selain itu ia mengatakan iradiasi ini juga dapat diterapkan untuk komoditas lain seperti kacang kedelai dan sorgum.
Adapun Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah berhasil mengembangkan 20 varietas padi hasil mutasi radiasi nuklir yang memiliki ketahanan terhadap hama, tinggi produktifitas, serta berumur genjah (masa panen pendek).
Ia mengatakan selain dapat dimanfaatkan untuk bidang pertanian, teknologi nuklir juga memiliki peranan penting untuk pengawetan bahan pangan, melihat partikel dalam lingkungan, pembuatan kertas, pemajuan bidang kesehatan, serta energi.
Ia menjelaskan pengembangan nuklir memiliki dua kata kunci yakni reaktor dan akselerator.
Reaktor merupakan tempat terjadinya reaksi nuklir yang dikendalikan untuk tujuan tertentu, misalnya mengubah reaksi menjadi energi panas.
Sedangkan akselerator yaitu mempercepat partikel untuk sebuah tujuan, biasanya kata kunci ini dipakai untuk pengembangan tenaga nuklir di bidang kesehatan.
PLTN direncanakan dibangun pada tahun 2030-an
Ia juga menyampaikan saat ini pemerintah sedang mengolah data, serta telah mengerucutkan untuk melakukan pembangunan di sekitar tahun 2030.
"Ini masih dalam pembicaraan oleh berbagai pihak yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Datanya saat ini sudah mengerucut ke tahun 2030-an, hanya saja tidak tau 2030 awal atau akhir, karena belum final," katanya di Jakarta, Jumat.
Ia menyampaikan pembangunan PLTN di Indonesia bisa menggunakan dua tipe kapasitas, yakni kapasitas kecil yang ditujukan untuk wilayah administratif yang jumlah penduduknya sedikit, serta kapasitas besar yang bisa dibangun di wilayah perkotaan.
Adapun skala tenaga listrik yang dihasilkan untuk kapasitas besar mencapai 1.000 megawatt, sedangkan untuk kapasitas kecil dapat menghasilkan tenaga sebesar 100-200 megawatt.
"Untuk daerah yang terpencil, skala kapasitas yang digunakan akan kecil, kalau yang kota besar membutuhkan PLTN dalam skala besar. Besarnya itu sekitar 1.000 megawatt, sedangkan yang kecil 100-200 megawatt atau bahkan ada yang di bawah 100 megawatt," katanya.
Selain itu ia menilai tenaga listrik yang dihasilkan dari PLTN lebih stabil dan berkesinambungan. Sehingga hal tersebut membuat pemadaman listrik akibat kekurangan daya dapat diminimalisasi.
Ia menyampaikan keuntungan lain menggunakan PLTN ketimbang pembangkit listrik tenaga fosil, yakni reaksi yang dihasilkan dari reaktor nuklir tidak mengeluarkan karbon dioksida. Sehingga hal tersebut sejalan dengan visi pemerintah dalam mewujudkan Indonesia nol emisi karbon pada tahun 2060.

0 comments