Aplikator Klaim Tidak Ada Potongan Lebih Dari 20 Persen, Begini Hitungannya | IVoox Indonesia

July 17, 2025

Aplikator Klaim Tidak Ada Potongan Lebih Dari 20 Persen, Begini Hitungannya

Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi
Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi (kedua baris kiri) mengumpulkan sejumlah aplikator ojek online di Jakarta, Senin (19/5/2025). ANTARA/Harianto

IVOOX.id – Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi secara langsung memfasilitasi dialog antara para pengelola operator aplikasi transportasi daring dengan mitra pengemudi dalam pertemuan di Jakarta, Senin (19/5/2025). Isu utamanya adalah pembagian pendapatan antara pengemudi dan aplikator. 

Para pengemudi meminta agar pembagian dilakukan secara adil yaitu 80 persen untuk pengemudi dan 20 persen untuk aplikator sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun, para aplikator menegaskan bahwa mereka tidak mengambil komisi melebihi batas yang ditetapkan.

"Untuk saat ini GoJek tidak mengambil komisi lebih dari 20 persen. Pembagian itu selain menjadi keuntungan usaha aplikator, juga digunakan untuk program promo," ucap Chatherine Hindra Sutjahyo, perwakilan Gojek kepada Menhub dan awak media di Jakarta, Senin(19/5/2025).

Menurutnya, biaya promosi tidak dibebankan kepada mitra pengemudi karena diambil dari komisi 20 persen yang menjadi bagian aplikator. "Jadi tidak benar pendapatan pengemudi ojol berkurang dengan adanya program promo," kata Chatherine.

Pernyataan serupa disampaikan pihak Grab. Menurut Tirza R. Munusamy, Chief of Public Affairs Grab, pihaknya tetap merujuk kepada ketentuan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 1001 Tahun 2022 yang membatasi komisi maksimal sebesar 20 persen.

"Dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 1001 Tahun 2022 diatur bahwa aplikasi hanya boleh mengambil komisi maksimal 20 persen dari mitra," tutur Tirza. Ia menambahkan, apabila ada program promo, pihaknya menanggung biaya tersebut dari potongan komisi yang diperoleh, bahkan tidak jarang harus menutupi kekurangan secara internal.

Tirza juga menjelaskan bahwa selain komisi, pengguna aplikasi juga dikenakan biaya jasa layanan. "Di luar itu, memang ada biaya jasa aplikasi yang dibebankan pada pengguna layanan ojol, sama seperti GoJek," ujarnya.

Menurut Tirza, salah persepsi di kalangan pengemudi kerap menjadi pemicu kesalahpahaman. Ia mencontohkan, ketika tarif perjalanan Rp 10.000, maka pengemudi mendapat Rp 8.000 setelah dipotong komisi Rp 2.000. Namun karena di sisi pengguna terdapat biaya tambahan sebesar Rp 2.000 sebagai platform fee, pengguna membayar total Rp 12.000. "Yang jadi masalah itu adalah mitra menghitung Rp 8.000 per Rp 12.000, bukan per Rp 10.000," ujar Tirza.

Ia menekankan bahwa komisi 20 persen yang dipungut Grab tidak hanya untuk keuntungan semata, tetapi juga digunakan untuk pengembangan teknologi, sistem keamanan dan keselamatan termasuk asuransi, serta membantu operasional mitra seperti subsidi ganti oli dan tambal ban.

Pihak Maxim juga menyatakan tidak mengambil komisi melebihi 20 persen. Namun mereka menyampaikan terbuka terhadap kemungkinan melakukan evaluasi ulang terhadap struktur komisi guna mendukung pertumbuhan usaha.

"Memang komisi ini bisa dikaji lebih jauh karena kita membutuhkan inovasi, dan Maxim perlu berkembang dan akan terus berkembang walau goalnya adalah kesejahteraan mitra," ujar Muhammad Rafi Assagaf selaku Government Relations Specialist Maxim Indonesia.

Sementara itu, perwakilan dari InDrive menyampaikan bahwa skema komisi yang mereka terapkan justru di bawah 20 persen. "Komisi yang diterima InDrive justru di bawah 20 persen, dengan skema komisi untuk mitra ojol motor adalah 9,9 persen dan 11,7 persen untuk mitra ojol mobil yang beroperasi di Jakarta," ungkap Ryan Rwanda, Business Development Representative inDrive.

Menhub Dudy menyampaikan pentingnya menjaga keseimbangan dalam ekosistem transportasi daring. "Kami selaku regulator hanya bisa berharap terjadi keseimbangan dan keberlanjutan usaha angkutan ojek online," katanya.

0 comments

    Leave a Reply