Anak-anak Indonesia Rentan Terpapar Krisis Iklim

IVOOX.id – Krisis iklim yang memicu sejumlah persoalan seperti kelangkaan air dan kerawanan pangan membuat kondisi masyarakat Indonesia menjadi rentan, khususnya anak-anak.
Kajian yang dilakukan Save the Children Indonesia pada November 2023 di Kabupaten Lombok Barat, Sumba Timur dan Kupang menunjukkan persoalan ini.
Dampak kekeringan di wilayah itu menyebabkan kelangkaan air dan kerawanan pangan. Selain itu masalah kesehatan dan gangguan pada pendidikan anak juga mengancam kehidupan sehari-hari masyarakat.
“Studi kami jelas memaparkan bahwa kelangkaan air berdampak pada kesehatan dan pendidikan anak. Banyak anak di daerah yang terdampak mengalami infeksi saluran pernapasan akut selama kekeringan berkepanjangan dan ini menyebabkan mereka tidak dapat masuk sekolah,” ujar Interim Chief of Advocacy, Campaign, Communication & Media – Save the Children Indonesia, Tata Sudrajat dalam keterangan pers yang diterima IVOOX, Selasa (26/12/2023).
Ini kata Tata, belum termasuk kerawanan pangan yang bisa berkontribusi pada angka prevalansi stunting yang tinggi serta risiko angka perkawinan anak yang meningkat.
Sejak Juli 2023 debit air minum bersih di Lombok Barat turun dari 100 liter per detik ke 30 liter per detik. Kekeringan ini terjadi lebih awal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Kondisi kekeringan, yang ditandai oleh kelangkaan air dan perubahan lingkungan, secara langsung memengaruhi ketersediaan sumber daya pangan dan air. Kelangkaan ini dapat berkontribusi pada kerawanan pangan dan kurangnya keragaman pangan, yang pada akhirnya memengaruhi asupan gizi kelompok rentan, terutama anak-anak di bawah lima tahun.
Selain itu, prevalensi stunting di Lombok Barat tetap tinggi hingga tahun 2023, mencapai 13,63 persen.
Adapun di Sumba Timur, warga harus melakukan perjalanan 1,5 – 3 kilometer ke mata air setiap pukul lim pagi. Tidak jarang anak-anak juga dilibatkan dalam pengambilan air. Di Kupang, tingkat air sumur bor dibeberapa titik mengalami penurunan yang signifikan, dan hal ini menganggu distribusi air ke masyarakat setempat termasuk ke area sawah. Tak jarang dari masyarakat juga harus membeli air di desa-desa terdekat.
Situasi sulit ini menyebabkan peningkatan stres dan tekanan emosional dalam keluarga karena intensifikasi persaingan untuk sumber daya yang langka seperti air. Hal ini dapat menyebabkan konflik rumah tangga yang berujung pada kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak. Data UPTD PPA telah menerima dan mengelola lebih dari 200 kasus dari Januari hingga Juli 2023, di antaranya adalah kasus kekerasan fisik dan seksual. Dalam beberapa kasus kesehatan mental, orangtua dan anak juga harus menjadi perhatian.
Laporan Global Save the Children “Generation Hope” tahun 2022, memaparkan, diperkirakan 774 juta anak di seluruh dunia—atau sepertiga dari populasi anak dunia—hidup dengan kemiskinan yang parah dan risiko iklim yang tinggi. Indonesia menempati peringkat ke-9 tertinggi secara global terkait jumlah anak yang mengalami kedua ancaman tersebut.
“Dampak Krisis Iklim ini menjelaskan bahwa anak-anak menanggung beban yang tidak proporsional, karena tumbuh dalam situasi yang mengancam dan anak memiliki faktor-faktor yang membuatnya lebih rentan secara fisik, sosial dan ekonomi,” tambah Tata.
Karena itulah, lanjut dia, pada tahun 2024 mendatang, pihaknya mendorong ada langkah aksi yang nyata untuk lebih banyak mendiskusikan perubahan iklim dari sisi anak-anak.\
“Kita perlu mendorong kebijakan dan program untuk membantu anak dan keluarga, terutama yang paling terdampak oleh krisis iklim, untuk dapat mengatasi kesulitan, beradaptasi serta bersikap dan berperilaku baru sesuai perubahan yang terjadi,” katanya.

0 comments