Aktivis Neni Nur Hayati Korban Doxing Layangkan Somasi pada Pemprov Jabar, Tuntut Minta Maaf | IVoox Indonesia

July 27, 2025

Aktivis Neni Nur Hayati Korban Doxing Layangkan Somasi pada Pemprov Jabar, Tuntut Minta Maaf

Aktivis demokrasi Neni Nur Hayati dan kuasa hukumnya dari LBH Muhammadiyah Ikhwan Fahrojih
Aktivis demokrasi Neni Nur Hayati dan kuasa hukumnya dari LBH Muhammadiyah Ikhwan Fahrojhi selepas memberikan somasi ke Pemprov Jabar di Gedung Sate Bandung, Senin (21/7/2025). ANTARA/Ricky Prayoga

IVOOX.id – Aktivis demokrasi Neni Nur Hayati melalui kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi (LBH) PP Muhammadiyah, melayangkan somasi dan menuntut permintaan maaf dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jabar guna pertanggungjawaban atas dugaan pelanggaran hak privasinya.

Kuasa hukum Neni Nur Hayati dari LBH Muhammadiyah Ikhwan Fahrojih mengungkapkan pertanggungjawaban dengan di dalamnya penghapusan konten yang mencantumkan foto Neni Nur Hayati, juga melekat pada Dedi Mulyadi sebagai Gubernur Jawa Barat.

"Artinya ini ada dua yang kita ingin sampaikan adalah kepada Pemprov Jabar, namanya adalah Gubernur Provinsi Jawa Barat (Dedi Mulyadi) dan kemudian Dinas Komunikasi dan Informatika. Pertama yang kami tuntut adalah permintaan maaf secara terbuka, yang kedua melakukan takedown konten dari akun-akun yang memasang wajah klien kami," kata Ikhwan selepas menyampaikan somasi di Gedung Sate Bandung, Senin (21/7/2025), dikutip dari Antara.

Ikhwan mengatakan pihaknya memberikan tenggat waktu pada pihak-pihak terkait selama 2 x 24 jam untuk penghapusan konten, serta lima hari untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.

"Jadi somasi ini dalam rangka menyelesaikan persoalan secara persuasif. Tapi ke depannya jika Pemprov Jabar tidak ada itikad baik, bisa saja kami melakukan langkah hukum, dengan merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi," ujarnya.

Somasi ini, kata Ikhwan, dilayangkan menyusul pemasangan foto Neni Nur Hayati tanpa izin dalam unggahan klarifikasi yang diterbitkan melalui kanal resmi Diskominfo dan sejumlah akun media sosial Pemprov Jabar, dalam konteks merespons pernyataan Neni soal penggunaan pendengung (buzzer) oleh para kepala daerah melalui akunnya.

"Pemasangan wajah klien kami tanpa izin adalah pelanggaran data pribadi yang dilindungi undang-undang. Dan ini memicu tindakan doxing, peretasan akun medsos, dan menciptakan ruang yang represif terhadap kebebasan berpendapat termasuk ancaman serius terhadap keselamatan," kata dia.

Ikhwan menjelaskan Neni Nur Hayati merupakan aktivis yang kerap menyuarakan isu demokratisasi dan tata kelola pemerintahan. Konten di media sosial Neni menyampaikan kritik terhadap fenomena pencitraan berlebihan dan penggunaan buzzer oleh kepala daerah, tanpa menyebut nama atau pihak tertentu secara spesifik.

"Pernyataan Teh Neni merupakan kritik konstruktif yang seharusnya dijamin oleh konstitusi, bukan justru direspons dengan tindakan represif," ujarnya.

Di tempat yang sama, Neni Nur Hayati mengungkapkan dirinya telah menjadi sasaran serangan digital intens sejak kontennya dipublikasi ulang oleh akun resmi Pemprov Jabar.

Serangan tersebut, kata dia, mencakup peretasan akun media sosial pribadi dan orang-orang terdekat, serta ancaman kekerasan yang dinilai sudah melampaui batas ujaran kebencian biasa.

"Brutalnya luar biasa. Ancaman yang saya terima sudah menyentuh pada potensi penyiksaan dan mengancam nyawa," kata Neni.

Ia menegaskan bahwa dalam konten media sosial TikTok-nya, ia tidak pernah menyebut nama Gubernur Jawa Barat ataupun menyasar individu tertentu, tetapi bersifat umum terhadap kepala daerah manapun yang memanfaatkan buzzer secara berlebihan.

"Saya ini warga Jawa Barat, dan sebagai warga, saya berkewajiban menyampaikan kritik sebagai bagian dari kontrol terhadap jalannya pemerintahan," ujarnya, dikutip dari Antara.

Akibat kejadian ini, Neni mengaku terpaksa menghentikan sementara aktivitas edukasi politik yang biasa ia lakukan melalui media sosial.

Ia menyebut serangan makin intens setelah unggahan klarifikasi pribadi Gubernur Jawa Barat turut diperkuat oleh lima akun resmi Pemprov Jabar yang dikelola Diskominfo.

Terkait kritikannya soal anggaran buzzer, Neni menegaskan dirinya tidak pernah menyebut soal anggaran secara spesifik.

Ia justru mendorong agar pemerintah daerah bersikap terbuka mengenai alokasi belanja media.

"Kalau memang ingin transparan, buka saja berapa anggaran belanja medianya setiap tahun. Media A berapa, media B berapa, kan bisa dipublikasi," tuturnya.

Neni juga berharap kejadian ini menjadi momentum evaluasi bagi pemerintah daerah agar tetap menjunjung tinggi prinsip demokrasi dan perlindungan terhadap kebebasan berpendapat warga negara.

0 comments

    Leave a Reply