November 24, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Waspada! Epidemiolog Sebut Puncak Gelombang 3 Pandemi Covid-19 Terjadi Desember 2021, Berikut Gambarannya

IVOOX.id, Jakarta - Epidemiolog memperingatkan akan potensi terjadinya gelombang ketiga Covid-19 (third wave) di Indonesia jika lengah menyikapi angka penurunan kasus.

Dicky Budiman dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University di Australia mengungkapkan, gelombang ketiga corona sangat mungkin terjadi.

Kemungkinan ini didasarkan pada fakta bahwa mayoritas masyarakat Indonesia belum memiliki imunitas untuk melawan infeksi virus. Ini dipengaruhi tingkat vaksinasi yang masih cukup rendah.

“Dalam artian imunitas itu dari vaksin, vaksinasi dosis penuh, apapun vaksinnya. Ini kan 80 persenan (masyarakat) masih rawan karena belum mendapat vaksin,” kata Dicky, Sabtu (18/9/2021).

Lalu, seperti apa gambaran gelombang ketiga pandemi Covid-19 di Indonesia?

1. Diprediksi terjadi pada Desember 2021

Potensi gelombang ketiga infeksi bersifat dinamis. Semula, Dicky memprediksi akan terjadi pada Oktober.

"Tapi ini berubah lagi, mundur lagi, jadi Desember. Desember pun gelombangnya menurun juga, merendah, nggak sebesar seperti prediksi sebelumnya,” tutur dia.

Ia memaparkan, ini disebabkan adanya intervensi yang dilakukan seperti PPKM yang diperpanjang lebih diperkuat.

“Prediksi-prediksi ini tidak statis, dinamis banget. Artinya semakin kita konsisten, semakin disiplin dalam memberikan intervensi, termasuk capaian vaksinasi, ini akan membuat potensi (gelombang ketiga) itu semakin jauh atau mengecil tapi tetap ada, jauh mengecil,” tambah dia.

Sementara saat ini, Dicky mengatakan, dalam prediksi terakhir sesuai dengan perkembangan situasi terkini mundur ke Desember.

Potensi gelombang ketiga pandemi Covid-19 sebenarnya sudah disampaikan oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (14/9/2021).

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, sejumlah negara tengah menghadapi gelombang ketiga tersebut.

Tiga gelombang pandemi dunia masing-masing terjadi pada Januari 2021 sebagai puncak pertama.

Lalu puncak gelombang kedua terjadi pada April 2021.

Berikutnya pada Agustus-September 2021 sebagai puncak gelombang ketiga.

Sementara itu, Indonesia baru mengalami dua kali gelombang pandemi.

"Kita harus waspada dan tetap disiplin protokol kesehatan agar kita tidak menyusul third wave atau lonjakan ketiga dalam beberapa bulan ke depan," kata Wiku.

2. Waspada varian baru Covid-19

Tak hanya varian Delta, tetapi juga varian Alpha maupun varian lain yang dapat membuat kondisi rentan dan mendorong potensi terjadinya gelombang ketiga infeksi.

Dicky menuturkan, adanya varian-varian baru Covid-19 juga sangat rawan memunculkan kembali gelombang ketiga.

“Ini yang harus dipahami dan tidak ada negara yang meskipun vaksinasinya sudah lebih dari 60 persen bisa menghindari gelombang ketiga, sulit,” ujar dia.

Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, varian baru virus Corona Mu atau B.1.621 memiliki sifat resisten terhadap vaksin Covid-19.

"Tetapi di dalam konteks laboratorium, bukan epidemologi," kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, Senin (6/9/2021).

Meski demikian, sejumlah negara di Asia Tenggara belum melaporkan deteksi adanya varian Mu, termasuk Indonesia. Saat ini, varian Delta mendominasi di seluruh dunia karena memiliki karakter penularan yang lebih cepat dari varian lainnya.

"Beberapa tempat di sekitar kita varian mu ini belum terdapat, kita sudah melakukan genom sequencing terhadap 7.000-an orang di seluruh Indonesia dan belum terdeteksi varian Mu," ujar dia.

Dante pun berharap varian Mu bersifat abortif alias tidak berkembang atau berhenti bermutasi, seperti varian Corona Lambda.

3. Tak sebesar gelombang kedua, asalkan...

Meski begitu, Dicky berharap jika gelombang ketiga infeksi corona tidak sebesar gelombang sebelumnya.

“Kecuali kalau ada varian yang jauh lebih hebat atau setidaknya seperti varian Delta, itu bisa sama (gelombang infeksinya),” tutur dia.

Gelombang ketiga tak sebesar gelombang kedua asalkan antisipasi dilakukan. Yakni dengan memperketat pintu-pintu masuk ke Indonesia.

Selain itu, perlunya upaya karantina yang memadai, setidaknya selama 7 hari bagi pendatang yang telah divaksinasi secara penuh dan hasil tes PCR negatif.

Sedangkan karantina lebih ketat, yakni selama 14 hari bagi pendatang yang belum divaksinasi dengan PCR negatif.

4. Menerapkan prokes Covid-19 dan 3T

Sementara antisipasi di dalam negeri dapat dilakukan dengan 3T (testing, tracing, tracking, menerapkan protokol kesehatan (5M), percepatan vaksinasi, dan pembatasan kegiatan masyarakat.

“PPKM berlevel tetap dilakukan. Harapannya PPKM yang diterapkan level 1 dan level 2. Artinya semua berupaya agar level pandemi kita terkendali atau membaik. (Tentunya) dengan peran semua pihak,” papar Dicky.

Sayangnya meskipun positivity rate rendah, tapi testing, tracing, dan tracking yang dilakukan masih rendah. Hal ini menjadi satu hal yang perlu diwaspadai.

“Karena berarti kemampuan kita mendeteksi kasus-kasus di masyarakat menjadi tinggi. Sudah dicapai (nilai standar) dari WHO, itu tidak dijamin,” kata Dicky.

Kecukupan testing, seharusnya mengikuti ekskalasi pandemi.

“Misalnya ada terkonfirmasi 1.000 kasus positif, harus ada tracing minimal 1.000 x 15 (orang), itu minimal. Karena WHO juga menyarankan (tracing ke) 30 orang. Nah ini harus dilakukan,” ujarnya.

Dicky menegaskan, seharusnya juga dilakukan penelusuran lebih lanjut dalam bentuk tracking, seperti kontak kasus level 2 atau level 3.

“Saat ini belum (dilakukan), dan menempatkan posisi Indonesia sangat rawan terjadi (gelombang ketiga),” jelas dia.

5. Mengawasi orang yang sudah divaksin

Untuk mencegah varian baru, pengawasan terhadap genom-genom virus harus ditingkatkan. Ini penting untuk mendeteksi keberadaan varian baru dan potensi, tren, atau progres penyebaran dari jenis virus baru.

Adapun kasus-kasus orang yang telah divaksinasi tapi terpapar virus juga harus menjadi perhatian, dengan dilakukan pemeriksaan genom.

Dicky menegaskan, adanya peningkatan status yang lebih baik tidak dapat dijadikan dasar untuk melakukan apapun.

“Pandemi masih belum selesai, ini yang harus disadari masyarakat,” papar dia.

0 comments

    Leave a Reply