Wamendag Tekankan Pentingnya Logistik Adaptif untuk Mendukung Diversifikasi Ekspor

IVOOX.id – Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri menekankan pentingnya Indonesia memiliki sistem logistik yang adaptif sebagai bagian dari kesatuan strategi nasional dalam menghadapi tantangan global.
Wamendag dalam acara Halal Bihalal dan Forum Group Discussion yang diselenggarakan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) di Jakarta, Jumat (25/4/2025) mengatakan sistem logistik sebagai tulang punggung proses ekspor, terutama di tengah upaya Indonesia melakukan diversifikasi pasar ekspor sebagai respons menghadapi kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat.
“Kita tidak bisa menghindari tantangan global seperti arus proteksionisme, tapi Indonesia dapat mengatur arah strategi agar kondisi ini justru dapat menjadikan ekonomi Indonesia kian tangguh. Salah satu yang krusial dilakukan adalah penguatan sistem logistik agar lebih bersaing dan adaptif,” tegas Wamendag, dikutip dari Antara, Sabtu (26/4/2025).
Penguatan sistem logistik memainkan peran sentral agar proses perluasan ekspor ke pasar nontradisional dapat berjalan lebih efisien. Saat ini, Indonesia telah memiliki 21 perjanjian dagang dengan negara mitra dan terdapat 16 perjanjian yang sedang dalam proses negosiasi.
Beberapa di antaranya adalah dengan Kanada, Iran, Peru, dan Uni Eropa. Indonesia juga sedang dalam proses aksesi ke Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) dan Brazil, Rusia, India, RRT, Afrika Selatan, Mesir, Etiopia, Indonesia, Iran, dan Arab Saudi (BRICS+) yang memiliki pangsa pasar cukup besar.
Untuk itu, hal selanjutnya yang perlu dilakukan adalah transformasi digital dalam sistem logistik nasional.
Pemerintah menargetkan integrasi sistem e-logistics yang lebih andal, seperti konektivitas data antarpelabuhan. Untuk mewujudkan hal itu, dibutuhkan kolaborasi antara instansi pemerintah terkait, badan usaha pelabuhan, dan pelaku industri logistik.
"Forwarder nasional juga harus dibekali dengan infrastruktur digital yang mumpuni agar mampu bersaing secara global. Kemudian, strategi diplomasi perdagangan juga harus berani masuk ke dalam ranah diplomasi logistik," beber Wamendag.
Roro menjelaskan negosiasi perdagangan tidak hanya menyangkut tarif, tetapi juga kelancaran alur logistik lintas batas dari kepabeanan, inspeksi karantina, hingga pengakuan dokumen digital.
"Indonesia akan mendorong kerja sama teknis dan harmonisasi standar logistik dengan negara mitra, sebagai bagian dari agenda diplomasi perdagangan aktif,” ucapnya.
Upaya selanjutnya dalam percepatan transformasi sistem logistik yaitu dengan mengurangi biaya logistik terhadap Produk Domestik Bruto( PDB), dari 14,29 persen menjadi 8 persen pada 2045.
Wamendag memaparkan, salah satu indikator efisiensi layanan pelabuhan adalah durasi port stay, yaitu waktu yang diperlukan kapal untuk bersandar. Semakin cepat proses bongkar muat barang di pelabuhan, semakin singkat durasi port stay, yang akan meningkatkan waktu berlayar kapal.
"Hal ini memberikan keuntungan bagi perusahaan pelayaran karena mereka dapat menghemat biaya operasional,” jelas Wamendag.
Maka, guna menyukseskan terwujudnya sistem logistik nasional yang lebih adaptif, Wamendag mengajak seluruh anggota ALFI untuk menjadikan tantangan global saat ini sebagai titik balik, bukan hanya untuk bertahan, tetapi untuk tumbuh menjadi kekuatan logistik dan ekspor yang lebih mandiri, tangguh, dan terhubung secara global.
Ketum DPP ALFI Akbar Djohan menyatakan siap berdiskusi lebih lanjut dan berkolaborasi dengan pemerintah beserta pihak terkait lainnya untuk menciptakan sistem logistik yang semakin tangguh di tengah tekanan global.
Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Bakrie menyambut baik adanya diskusi lebih lanjut mengenai upaya penguatan sistem logistik.
Dirinya optimistis Indonesia akan mampu bertahan menghadapi kebijakan tarif resiprokal AS dengan berkolaborasi dengan banyak pihak dan menemukan solusi bersama melalui jalur negosiasi.

0 comments