Wamendag Klaim Indonesia Siap Hadapi Kebijakan Tarif Trump Lewat Diplomasi, Solidaritas ASEAN, dan Diversifikasi Pasar | IVoox Indonesia

April 30, 2025

Wamendag Klaim Indonesia Siap Hadapi Kebijakan Tarif Trump Lewat Diplomasi, Solidaritas ASEAN, dan Diversifikasi Pasar

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri
Tangkapan layar - Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri dalam “Public Forum: Regional Response to Trump 2.0” yang digelar oleh CSIS Indonesia, dipantau dari Jakarta, Kamis (10/4/2025). (ANTARA/Putu Indah Savitri)

IVOOX.id – Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri menyampaikan bahwa Indonesia siap menghadapi dampak kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, khususnya terkait tarif resiprokal yang diberlakukan terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia. Dalam pidato kuncinya di forum publik bertajuk “Regional Response to Trump 2.0” yang diselenggarakan CSIS Indonesia di Jakarta, Roro menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan mengedepankan strategi diplomasi dagang, memperkuat solidaritas kawasan ASEAN, dan mempercepat diversifikasi pasar ekspor sebagai langkah strategis.

“Menanggapi kebijakan tarif tersebut, Presiden RI Prabowo Subianto telah menginstruksikan kabinetnya untuk bergerak maju dengan beberapa strategi. Strategi tersebut meliputi diplomasi, solidaritas regional, dan diversifikasi jangka panjang. Indonesia akan terus mengupayakan pertumbuhan perdagangan yang berkelanjutan sesuai visi jangka panjang Pemerintah Indonesia,” ujar Wamendag Roro dalam keterangan resmi yang diterima ivoox.id Jumat (11/4/2025).

Kebijakan tarif resiprokal yang dicanangkan Presiden Trump bertujuan untuk menyeimbangkan perdagangan dengan negara-negara yang dinilai memberlakukan hambatan dagang tinggi terhadap AS. Indonesia sendiri sempat dikenai tarif sebesar 32 persen, namun saat ini hanya diberlakukan tarif impor 10 persen untuk sementara waktu setelah adanya jeda 90 hari yang diumumkan oleh Presiden Trump. Jeda ini, menurut Roro, merupakan peluang strategis yang harus dimanfaatkan Indonesia secara cermat.

“Ini merupakan peluang yang harus dimanfaatkan secara strategis. Untuk itu, Presiden RI Prabowo Subianto menginstruksikan kabinetnya agar segera mengambil langkah terstruktur dan konstruktif dalam menghadapi situasi ini,” katanya.

Roro menjelaskan bahwa Indonesia akan menggunakan jalur diplomatik, baik dengan pemerintah federal maupun negara bagian di AS. Selain itu, komunikasi dengan pelaku industri dan bisnis di AS juga akan diperkuat, terutama mereka yang bergantung pada bahan baku dan produk dari Indonesia. Sektor-sektor yang menjadi fokus negosiasi mencakup industri padat karya seperti tekstil dan garmen, alas kaki, ban karet, otomotif, elektronik, serta kelapa sawit dan turunannya.

Indonesia juga menaruh perhatian besar pada penguatan kerja sama regional ASEAN. Roro menekankan bahwa ASEAN harus tampil sebagai satu kesatuan yang solid agar tetap memiliki posisi kuat di panggung global. Dalam hal ini, Indonesia mendukung inisiatif Malaysia sebagai Ketua ASEAN untuk memulai dialog regional dengan AS, serta menggagas koordinasi bersama dalam menganalisis dampak kebijakan tarif tersebut secara teknis. Mekanisme kerja sama regional melalui RCEP dan CPTPP juga disebut menjadi bagian dari pendekatan kolektif ASEAN dalam menghadapi tantangan global.

Dalam Retret Menteri Ekonomi ASEAN yang berlangsung di Johor, Malaysia, pada akhir Februari lalu, Indonesia juga telah mengusulkan penyusunan non-paper yang menyoroti pentingnya menjaga sentralitas ASEAN di tengah dinamika perdagangan global. Usulan ini kembali disuarakan oleh Menteri Perdagangan Budi Santoso dalam pertemuan virtual dengan para Menteri Perdagangan ASEAN.

“Hal tersebut diharapkan memberikan dorongan bagi negara-negara ASEAN untuk berunding dengan AS guna meningkatkan perdagangan dan investasi di masa mendatang. Hingga saat ini, sebagian besar negara ASEAN memilih untuk fokus pada jalur negosiasi,” jelas Wamendag Roro.

Menurut data Kementerian Perdagangan, nilai perdagangan antara ASEAN dan AS pada tahun 2024 mencapai USD 306 miliar, menempatkan ASEAN sebagai pasar ekspor terbesar kelima bagi produk pertanian AS. Dari nilai tersebut, Indonesia membukukan surplus perdagangan sebesar USD 14,34 miliar, mencerminkan eratnya hubungan dagang kedua negara.

Sebagai upaya memperluas akses pasar, pemerintah Indonesia juga mempercepat penyelesaian lima perjanjian perdagangan bebas, yaitu Indonesia–Kanada CEPA, Indonesia–Peru CEPA, Indonesia–Uni Eropa CEPA, Indonesia–Iran PTA, dan amandemen perjanjian perdagangan dengan Jepang (IJ-EPA). Wamendag Roro menegaskan bahwa diversifikasi ini bukan semata reaksi terhadap kebijakan AS, melainkan bagian dari strategi jangka panjang untuk membangun ekonomi yang lebih tangguh dan inklusif.

Indonesia juga berencana menghidupkan kembali forum kerja sama bilateral dengan AS melalui mekanisme Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) yang terakhir digelar pada 2018. Melalui TIFA, kedua negara dapat membahas berbagai isu strategis perdagangan dan investasi secara lebih terstruktur.

Forum publik ini juga dihadiri oleh Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno yang menekankan pentingnya memanfaatkan momentum regional untuk memperkuat perdagangan intra-ASEAN dan membangun kemandirian kawasan. Para panelis yang hadir, termasuk akademisi dari Universitas Nasional Singapura, Universitas Nasional Australia, serta perwakilan Kamar Dagang Amerika di Indonesia, turut menyampaikan pandangan yang senada mengenai pentingnya solidaritas ASEAN dalam menghadapi tekanan kebijakan perdagangan AS. Pendekatan diplomasi yang ditempuh Indonesia bahkan mendapat apresiasi dari kalangan bisnis Amerika di Indonesia, yang menilai bahwa strategi ini sejalan dengan kepentingan mereka untuk menghindari konflik dagang dan mencari solusi yang saling menguntungkan.

0 comments

    Leave a Reply