Wamen LHK Berikan Wejangan Kepada Delegasi Soal Penanganan Karhutla RI

IVOOX.Id, Madrid - Paviliun Indonesia yang digelar di Konferensi Perubahan Iklim ke-25 Madrid, Spanyol, berhasil menjalankan misi 'soft diplomacy’ untuk mendukung tim perunding Indonesia di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) COP 25.
Di sana, Indonesia memberikan informasi terkait penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di 2019 kepada sejumlah delegasi negara yang hadir.
"Berdasarkan kajian di tingkat global, karhutla yang terjadi di berbagai negara karena adanya situasi abnormal, dan wilayah Asia Tenggara, mengalami situasi paling buruk," kata Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong saat menutup penyelenggaraan Paviliun Indonesia, di Madrid, Spanyol, Kamis (12/12).
Meski Asia Tenggara, menghadapi situasi abnormal terburuk, Alue mengaku, karhutla di Indonesia berhasil dikendalikan. Terbukti, kejadian karhutla tahun 2019 masih lebih rendah dibandingkan kejadian yang terjadi pada tahun 2015.
"Meski demikian, kita semakin memahami bahwa dampak karhutla pada masyarakat dan alam butuh respons yang lebih cepat. Kita juga butuh sistem mobilisasi sumber daya yang dimiliki pemerintah, pelaku usaha dan organisasi masyarakat untuk aksi pengendalian karhutla dan memitigasi dampaknya," kata Alue.
Dikatakannya, teknologi yang berkembang dan mudah diakses saat ini sudah mendukung hal itu. Satelit NOAA dan ESA bisa menyediakan teknologi pemantauan dan layanan informasi, serta analisis yang mendukung manajemen pencegahan dan pemadaman karhutla sehingga respons cepat dan akurat bisa dilakukan di lapangan.
"Indonesia sudah memanfaatkan teknologi yang termutakhir untuk manajemen karhutla," ujar Alue.
Sementara itu, Ketua Penyelenggara Paviliun Indonesia, Agus Justianto menjelaskan, selain tentang manajemen pengendalian karhutla, diskusi panel yang diselenggarakan menyajikan berbagai aspek, mulai dari pegunungan hingga lautan, dari Timur ke Barat, apapun gender dan berapapun usianya, semua tentang aksi yang dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) demi menjaga kenaikan temperatur tidak lebih dari 2 derajat celcius.
"Lebih dari 3000 orang delegasi hadir mengikuti sesi panel yang digelar Paviliun Indonesia," kata Agus.
Selain aktor ditingkat tapak, Paviliun Indonesia juga menghadirkan tokoh pengendalian perubahan iklim global seperti Mantan Wakil Presiden Amerika Serikat Al Gore, ekonom perubahan iklim Lord Nicholas Stern, dan Utusan Khusus Sekjen PBB untuk SDG era Kofi Annan dan Ban Kimmoon sekaligus pakar pengentasan kemiskinan Profesor Jeffrey Sachs.
Topik yang dipresentasikan di Paviliun Indonesia adalah aksi nyata untuk pengendalian perubahan iklim, mulai dari dukungan politis, litbang, manajemen gambut, pendanaan dan pengelolaan sampah, termasuk sampah plastik.
Topik lainnya, kekuatan kelompok umat beragama, kemitraan, kontribusi pelaku usaha, konservasi hutan dan keanekaragaman hayati, serta energi terbarukan. “Hal ini juga selaras dengan kampanye 'no one left behind' tandas Agus.
Diketahui, selama tujuh hari dibuka, Paviliun Indonesia, memberikan manfaat positif bagi delegasi negara lain untuk mendapatkan informasi pencapaian Indonesia dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dari berbagai aspek. Misalnya, tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Delegasi tersebut, yaitu Brasil, Kanada, Bolivia, Amerika Serikat, dan Australia.

0 comments