Wacana THR untuk Ojek Online, Pengamat Sebut Aplikator Harus Jadi Perusahaan Transportasi

IVOOX.id – Akademisi Prodi Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB), Sony Sulaksono Wibowo, mengatakan bahwa mitra pengemudi ojek daring/online bisa mendapatkan perlakuan setara dengan pegawai, termasuk upah minimum, tunjangan hari raya (THR), serta jaminan sosial lainnya hanya mungkin terjadi jika perusahaan aplikator mengubah statusnya menjadi perusahaan transportasi, bukan lagi perusahaan berbasis e-commerce.
"Sebagai perusahaan e-commerce, yang karakteristik utamanya adalah dikelola secara virtual dengan jumlah pegawai minimal tetapi memiliki jaringan luas. Ini yang nanti akan menjadi bisnis besar yang didukung dengan teknologi komunikasi dan informasi yang sudah sangat canggih," ujar Sony.
Sony menjelaskan bahwa konsep bisnis e-commerce memungkinkan perusahaan untuk beroperasi tanpa memiliki aset fisik secara langsung. "Di e-commerce, kita bisa jadi pedagang besar tanpa harus punya toko dan barang yang dijual. Kita bisa jadi perusahaan layanan pengantar orang dan barang tanpa harus punya banyak driver dan kendaraan," ujarnya.
Menurutnya, hingga saat ini regulasi yang mengatur bisnis e-commerce di Indonesia masih belum jelas. Pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital lebih banyak berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), khususnya dalam hal pengendalian konten digital, bukan hubungan kerja antara mitra dan perusahaan atau kewajiban pajak dalam setiap transaksi.
Sony juga menyinggung kasus TikTok Shop yang sempat dilarang beroperasi setelah banyak pedagang tradisional mengeluhkan dampaknya. Namun, setelah kebijakan tersebut diterapkan, jualan di pasar tetap sepi, sementara bisnis online terus berkembang melalui platform lain seperti WhatsApp, Facebook, dan Instagram.
"Faktanya, sekarang sudah banyak pedagang yang menjual barangnya di pasar sekaligus di online," katanya.
Dengan situasi ini, perdebatan mengenai status mitra pengemudi kemungkinan masih akan terus berlanjut, terutama jika regulasi yang mengatur e-commerce dan ekonomi digital belum menemukan titik keseimbangan antara kepentingan perusahaan, pekerja, dan konsumen.
Menaker Sebut THR untuk Ojek Online dalam Tahap Finalisasi
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan kepastian aturan terkait tunjangan hari raya (THR) keagamaan untuk pengemudi ojek daring/online (ojol) dalam tahap finalisasi.
“Terkait dengan THR ojol, ini sedang finalisasi. Terkait ini adalah inisiatif baru, jadi kami ingin memastikan meaningful participation (antara pemerintah, pengemudi/mitra dan aplikator) itu terjadi,” kata Menaker Yassierli dalam konferensi pers, di Jakarta, Rabu (5/3/2025), dikutip dari Antara.
Lebih lanjut, Menaker mengatakan bahwa pihaknya saat ini mengutamakan diskusi atau dialog bersama dengan pihak-pihak terkait.
“Kami mengutamakan dialog. Saya sudah beberapa kali bertemu dan ingin memastikan nanti adalah hasil dari proses musyawarah dari hadirnya aplikator dan pengemudi online-nya. Saya optimistis (kepastian itu) tidak lama lagi akan selesai,” ujar Yassierli.
Menaker mengatakan, faktor yang membuat kepastian ini cukup lama selesai adalah semua pihak tengah mencari formula yang bisa memenuhi berbagai hal yang kompleks dan fundamental dalam pemenuhan hak pekerja berbasis layanan daring ini.
“Mencari formula yang kemudian bisa cover kompleksitas tadi, dari layanan, jam kerja, itu yang kemudian butuh waktu untuk kita formulasikan,” kata dia.
Saat ditanya apakah sudah terjadi diskusi lebih lanjut dengan pihak perusahaan penyedia jasa ride hailing berbasis aplikasi atau aplikator terkait, Menaker mengatakan sejauh ini diskusi tersebut mengarah ke hal positif.
“Ini masih proses. Beberapa pengusaha responsnya siap. Beberapa kali kami diskusi, mencoba saling memahami untuk formulanya karena butuh waktu untuk melihat kompleksitasnya,” ujar Yassierli.
Jika pada akhirnya keputusan THR sudah final, Kemnaker pun mendorong aplikator untuk memberikannya dalam bentuk uang tunai.
Namun, mengenai tenggat waktu, Menaker masih belum memberikan jawaban pasti.
“Saya bayangkan finalisasi ini masih perlu untuk final meeting, final touch untuk mendapatkan win-win solution,” kata dia pula.

0 comments