TKA Hanya 1,4 Persen dari 9 Juta TKI di Luar Negeri, PSI: Mengapa Kita Gaduh?

IVOOX.id, Jakarta - Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Namun, kebijakan pemerintah itu menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Pasalnya, dengan adanya Perpres tersebut membuat pekerja lokal bisa kalah bersaing dengan pekerja asing. Namun, Jokowi berharap dengan peraturan ini bisa mempermudah tenaga kerja asing masuk ke Indonesia yang berujung pada peningkatan investasi dan perbaikan.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai bahwa kehadiran TKA di tanah air tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja asal Indonesia (TKI) yang tersebar di berbagai negara yang mencapai 9 juta menurut data Bank Dunia. Namun negara-negara penerima TKI tersebut tidak ribut
"Ada sembilan juta, mungkin sekarang sudah hampir 10 juta TKI atau pekerja migran tersebar diberbagai negara. Tapi negara itu tidak gaduh," ujar Juru Bicara PSI Bidang Ekonomi, Industri dan Bisnis Rizal Calvary Marimbo dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.
Rizal memaparkan, tidak usah jauh-jauh, negara tetangga Malaysia menyerap sebanyak hampir separuh dari semua TKI. Sejauh ini negara tersebut tidak keberatan dan masih mentolerir TKI-TKI illegal dalam beberapa kasus.
Bahkan tiap tahun negara itu meminta tambahan ribuan TKI baru. Rizal mengatakan, jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia hanya sekitar 126 ribu pekerja, didominasi oleh pekerja asal Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat dan Singapura.
"Namun jumlah ini, rasionya hanya sekitar 1,4 persen dari dari sembilan juta TKI diluar negeri, tidak ada apa-apanya dengan jumlah TKI yang dikirim ke luar negeri," ucap dia.
PSI meminta agar semua pihak yang tidak suka dengan pemerintahan Joko Widodo agar memakai data yang valid dalam mengemukakan pandangannya
"TKI di luar negeri 9 juta. TKA di Indonesia hanya 126 ribu. Kita sudah ribut setengah mati," kata Rizal.
Dari 9 juta TKI itu, sebanyak 55 persen bekerja di Malaysia. Lalu, sekitar 13 persen ke Arab Saudi, 10 persen ke China Taipei, 6 persen ke Hong Kong, 5 persen ke Singapura, dan sisanya tersebar di negara-negara lainnya.
Rizal mengatakan, semua pihak harus rasional dalam menilai kerjasama serta hubungan antar negara.
"Ada prinsip-prinsip atau norma-norma resiprokal dalam hubungan antar negara. Kita jangan cuma mau enaknya saja. Kalau negara lain juga ikut ribut soal dan mengusir TKI kita, bagaimana?" tegasnya.
Salahkan pemerintahan sebelumnya
Rizal menambahkan, lonjakan TKA tertinggi justru terjadi pada era pemerintahan sebelumnya. Sebelum tahun 2005, TKA di Indonesia tak sampai 30 ribu. Selama 10 tahun kemudian terjadi lonjakan hingga mendekati 80 ribu TKA.
"Jadi, lonjakannya lebih dari 300 persen periode 2005-2015. Siapa yang berkuasa saat itu?" ucap dia.
Rizal mengatakan, berdasarkan data, TKI bahkan mendominasi jumlah pekerja asing di berbagai negara. Di Malaysia, misalnya, pekerja imigran terbesar dari Indonesia.
Dia mengatakan, kontribusi TKI dalam memburu devisa ke luar negeri tidak kecil. Sebab itu, isu TKA di dalam negeri mesti dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan kebencian dan pengusiran terhadap TKI di luar negeri.
Bank Dunia mencatat kontribusi remitansi (pengiriman uang dari Tenaga Kerja Indonesia/TKI ke negara asalnya) mencapai US$ 8,9 miliar atau setara Rp 118 triliun pada 2016 lalu.
Realisasi ini setara dengan satu persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pada 2017, angka remitansi naik lagi mencapai Rp 148 triliun. Angka ini mendekati 4,5% dari Produk Domestik Bruto.

0 comments