Tiga Hakim Pemberi Vonis Lepas Korupsi CPO Didakwa Terima Suap Rp 21,9 Miliar

IVOOX.id – Sebanyak tiga hakim yang menjatuhkan vonis lepas (ontslag) terhadap kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada tahun 2022 didakwa menerima suap secara total Rp 21,9 miliar.
Ketiga hakim tersebut, yakni Hakim Ketua Djuyamto bersama dengan para hakim anggota Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharuddin.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan dengan hakim, yang menerima hadiah atau janji berupa uang tunai dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat (AS), untuk menjatuhkan putusan ontslag dalam kasus tersebut," kata jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung Muhammad Fadil Paramajeng pada sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/8/2025), dikutip dari Antara.
JPU memerinci uang tersebut diterima para hakim sebanyak dua kali. Pertama, diterima oleh Djuyamto sebesar Rp 1,7 miliar serta Agam dan Ali masing-masing Rp 1,1 miliar.
Kedua, diterima oleh Djuyamto senilai Rp 7,8 miliar serta Agam dan Ali masing-masing Rp 5,1 miliar. Uang suap tersebut diduga diterima bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta dan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan yang telah disidangkan pada Rabu, 20 Agustus 2025.
Secara total, uang yang diterima para hakim bersama Arif dan Wahyu sebesar 2,5 juta dolar AS atau Rp 40 miliar.
Uang itu diduga diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi pada kasus CPO, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Atas perbuatannya, JPU mendakwa ketiga hakim melanggar Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 12 huruf c atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
JPU menceritakan kasus bermula pada Juni 2023, saat Kejagung melakukan penyidikan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada industri kelapa sawit, dengan tersangka korporasi dari Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Sekitar akhir bulan Januari 2024, Ariyanto menemui Wahyu di rumahnya untuk pengurusan perkara korupsi korporasi minyak goreng tersebut yang akan dilimpahkan ke PN Jakarta Pusat.
Lalu, Ariyanto diduga bertanya kepada Wahyu apakah memiliki kenalan pejabat di PN Jakarta Pusat, yang dijawab Wahyu dengan mengenal Arif, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Selanjutnya, Ariyanto meminta Wahyu untuk menanyakan perihal hakim yang akan menyidangkan perkara korupsi korporasi minyak goreng tersebut.
Menindaklanjuti permintaan Ariyanto, JPU menyebutkan Wahyu menghubungi Arif dan mendapatkan informasi bahwa rencana yang akan menyidangkan perkara korupsi korporasi minyak goreng tersebut, yakni Djuyamto, Ali, dan Agam.
Pada Mei 2024, dikatakan bahwa Ariyanto mendatangi rumah Wahyu dengan membawa uang tunai pecahan 100 dolar AS sejumlah 500 ribu dolar AS atau senilai Rp8 miliar dan menyerahkannya kepada Wahyu sebagai uang "baca berkas".
"Setelah disimpan untuk pribadi, uang itu kemudian dibagikan Wahyu kepada Arif dan tiga hakim yang menyidangkan perkara korupsi CPO," kata JPU.
Kemudian, JPU mengatakan Ariyanto pun menghubungi Marcella, yang dilanjutkan Marcella menghubungi Syafei untuk menyiapkan uang sebesar Rp 60 miliar dalam pengurusan perkara korporasi minyak goreng untuk putusan ontslag.
Setelah Ariyanto menerima penyerahan uang senilai Rp60 miliar dari Syafei, Ariyanto menyerahkan uang tunai pecahan 100 dolar AS dengan jumlah total 2 juta dolar AS, yang kemudian langsung diserahkan kepada Wahyu dan dibagi-bagikan kepada Arif dan ketiga hakim.
Namun setelah dibagi, Arif berkomentar uang tersebut tidak sesuai permintaan sebesar 30 juta dolar AS, yang kemudian ditanggapi dengan Ariyanto bahwa uang tersebut sudah cukup.
Setelah rangkaian proses persidangan selesai pada 19 Maret 2025, Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara korupsi korporasi minyak goreng tersebut menjatuhkan putusan lepas, yang telah sesuai dengan permintaan pihak terdakwa korporasi.

0 comments