Tanggapi Tarif Resiprokal AS, API dan APSyFI Soroti Lemahnya Pengawasan Ekspor Impor

IVOOX.id – Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menyoroti lemahnya pengawasan dalam proses impor dan ekspor, terutama terkait penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate of Origin (COO). Menurut mereka, celah ini telah membuka ruang bagi praktik transshipment yang merugikan industri dalam negeri.
Ketua Umum API, Jemmy Kartiwa, menjelaskan bahwa dalam tiga tahun terakhir, terdapat dugaan kuat praktik transshipment, di mana produk asal China diduga diekspor ke Amerika Serikat dengan SKA yang diterbitkan dari Indonesia. Praktik ini terungkap dari lonjakan tidak wajar ekspor benang tekstur filament polyester dari Indonesia ke AS.
“Yang melakukan ekspor ini adalah para trader, bukan produsen lokal. Akibatnya, seluruh produsen Indonesia ikut terdampak karena AS menetapkan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap produk tersebut,” ujar Jemmy dalam konferensi pers daring, Jumat (4/4/2025).
API dan APSyFI menilai peristiwa ini sebagai alarm serius bagi pemerintah untuk segera menertibkan tata kelola penerbitan SKA. Jemmy menegaskan, SKA seharusnya hanya diberikan untuk barang yang benar-benar diproduksi di dalam negeri, bukan untuk menutupi praktik ekspor ulang dari negara lain.
“Ini penting agar kejadian seperti ini tak terulang lagi. SKA harus benar-benar mencerminkan asal barang dari Indonesia, bukan akal-akalan untuk memuluskan ekspor dari pihak asing,” ujarnya.
Sebagai solusi konkret, API dan APSyFI mengajukan empat langkah strategis kepada pemerintah. Pertama, menerbitkan kebijakan segera guna melindungi industri dalam negeri dari gempuran produk impor. Kedua, mempertahankan kebijakan persetujuan teknis dalam pengaturan impor dan terus mendorong pemenuhan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
Ketiga, mereka meminta agar pemerintah tak terdistraksi oleh isu-isu teknis semata seperti Non-Tariff Measure (NTM) dan Non-Tariff Barrier (NTB), melainkan fokus pada kebijakan tarif untuk menghadapi perang dagang secara langsung.
Keempat, mereka mendorong perlindungan penuh terhadap industri padat karya seperti sektor tekstil, karena perannya yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja dan menjaga daya beli masyarakat.
“Ini bukan hanya soal industri, tapi juga soal ekonomi rakyat. Jika sektor padat karya tidak dijaga, maka imbasnya akan luas PHK meningkat, daya beli turun, dan ketahanan ekonomi terganggu,” kata Jemmy.

0 comments