Tanggapan Menkeu Soal Peringatan KPK tentang Potensi Kredit Fiktif Penempatan Rp 200 Triliun Dana Pemerintah di Bank | IVoox Indonesia

September 28, 2025

Tanggapan Menkeu Soal Peringatan KPK tentang Potensi Kredit Fiktif Penempatan Rp 200 Triliun Dana Pemerintah di Bank

Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa
Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa di Kantor Kementerian Keuangan di Jakarta, Jumat (19/9/2025) (ANTARA/Bayu Saputra)

IVOOX.id – Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, pemerintah tidak akan menoleransi praktik korupsi, termasuk adanya potensi kredit fiktif dalam penyaluran dana Rp 200 triliun ke lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Pernyataan ini disampaikan menanggapi imbauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mewaspadai adanya praktik kredit fiktif tersebut.

"Kalau dia (bank menyalurkan) kredit fiktif, kalau ketahuan ya ditangkap dan dipecat. Tapi saya enggak tahu kalau (dana) sebesar itu apakah mereka berani kredit fiktif," kata Purbaya di Kantor Kementerian Keuangan di Jakarta, Jumat (19/9/2025), dikutip dari Antara.

Menurut dia, dana tersebut untuk dikelola melalui mekanisme bisnis andalan masing-masing bank. Sementara pemerintah tidak akan ikut campur dalam penyaluran kreditnya.

"Perbankan tiba-tiba punya uang kan pusing kan, dia pasti menyalurkan tapi dia menyalurkannya pakai kemampuan expertise dia sendiri, kita engak ikut campur," ujarnya.

Meski mengakui potensi penyalahgunaan selalu ada, Purbaya menegaskan bahwa sistem perbankan memiliki tata kelola yang sudah baku.

"Potensi pasti ada, tergantung banknya," ucapnya.

Sementara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan pemerintah mengenai potensi tindak pidana korupsi dalam pencairan dana sebesar Rp 200 triliun ke lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

“Tentunya ada potensi-potensi tindak pidana korupsi, seperti yang terjadi di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda). Kreditnya kemudian macet karena memang ini kreditnya kredit fiktif,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9/2025), dikutip dari Antara.

Asep menyampaikan pernyataan tersebut saat mengumumkan penahanan lima tersangka kasus dugaan korupsi dalam pencairan kredit usaha pada BPR Bank Jepara Artha tahun 2022-2024. Kasus tersebut berawal dari kredit macet dua grup debitur yang dicairkan melalui 26 debitur.

Dalam kasus tersebut, salah satu tersangka yang kini ditahan KPK diketahui telah mencairkan 40 kredit fiktif senilai Rp 263,6 miliar.

“Ini (kasus Bank Jepara Artha, red.) juga menjadi sebuah alarm bagi kita bersama. Kenapa? Karena baru-baru ini pemerintah melalui Menteri Keuangan itu sudah mengucurkan dana sebesar Rp 200 triliun dari yang selama ini tersimpan di Bank Indonesia kepada bank-bank Himbara,” katanya.

Walaupun demikian, dia mengatakan pencairan dana tersebut tetap memiliki sisi positif, yakni membuat perekonomian mikro menjadi bergairah dan bank-bank Himbara bisa memberikan kredit kepada masyarakat, sehingga perekonomian tanah air bisa berjalan.

Oleh sebab itu, kata dia, KPK memastikan mengawasi pencairan dan penggunaan dana tersebut.

“Nanti dari Direktorat Monitoring Kedeputian Pencegahan dan Monitoring mengawasi, sehingga stimulus ekonomi ini bisa berjalan dengan baik dan memberikan efek positif bagi ekonomi masyarakat,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada 10 September 2025, mengungkapkan Presiden Prabowo Subianto menyetujui rencana penarikan dana mengendap di BI sebesar Rp200 triliun dari total simpanan pemerintah sebesar Rp425 triliun untuk disalurkan ke perbankan.

Pada 12 September 2025, Menteri Keuangan mencairkan dana tersebut kepada lima bank anggota Himbara.

Kelima bank itu adalah PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI), PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk (BNI) dan PT Bank Mandiri Persero Tbk dengan nilai dana masing-masing sebesar Rp 55 triliun.

Kemudian, PT Bank Tabungan Negara Persero Tbk (BTN) Rp 25 triliun dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Rp 10 triliun.

0 comments

    Leave a Reply