Surplus Stok Beras Tidak Sesuai Kenyataan di Lapangan, Indonesian Audit Watch Desak Audit Menyeluruh

IVOOX.id – Indonesian Audit Watch (IAW) meminta Kementerian Pertanian mengubah pola kerja secara menyeluruh. Audit fisik gudang, audit distribusi SPHP, dan audit mutu stok harus dilakukan, bukan sekadar retorika podium. Dashboard stok, harga gabah, dan arus distribusi perlu dipublikasikan secara transparan agar publik bisa menguji klaim pemerintah setiap hari.
“Publik tidak butuh surplus kata-kata, publik butuh beras dengan harga terjangkau dan mutu terjamin. Menteri harus berhenti menjadi juru bicara retorika dan mulai menjadi manajer yang patuh pada audit,” kata Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) dalam keterangan resmi yang diterima ivoox.id Minggu (24/8/2025).
Selama bertahun-tahun publik terus dijejali klaim tentang stok beras surplus, gudang penuh, hingga penyerapan gabah yang melonjak. Namun di lapangan, kondisi jauh berbeda. Harga beras tidak pernah turun signifikan, distribusi masih tersendat, penggilingan kecil berguguran, dan bahkan Menteri Pertanian sendiri mengakui ada satu juta buruh penggilingan padi yang kini terancam kehilangan pekerjaan. Retorika semata tidak lagi cukup, yang dibutuhkan adalah kinerja konkret berbasis data dan audit yang terverifikasi.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah lama memberi arahan jelas melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Temuan BPK antara lain mencatat kerugian Rp1,2 triliun akibat pembelian beras di atas HPP pada 2017, rusaknya 35 persen cadangan beras pemerintah di tahun 2018 karena penyimpanan buruk, hingga biaya gudang mencapai Rp 2,8 triliun per tahun tanpa perbaikan efisiensi pada 2021. Pada 2023-2024 kembali ditemukan stok fiktif 540 ribu ton dan kerugian Rp 3,5 triliun akibat penumpukan yang tidak tersalurkan. Bila rekomendasi ini dijalankan, pemerintah tidak perlu lagi melakukan impor mendadak sebesar 2,2 juta ton beras.
Ironinya, di satu sisi Kementerian Pertanian terus mengumandangkan klaim surplus hingga 4 juta ton, sementara di sisi lain mesin penggilingan berhenti dan jutaan pekerja terancam PHK. Bila surplus benar-benar nyata, seharusnya rantai produksi tetap bergerak dan lapangan kerja tetap hidup. Kenyataannya, surplus berhenti di angka administrasi, bukan pada perut rakyat.
Jika pola lama tetap dipertahankan, ancaman kehilangan pekerjaan massal bisa menjadi kenyataan. Surplus pangan sejati hanya terwujud bila rekomendasi BPK dilaksanakan, distribusi tepat sasaran, dan mafia pangan benar-benar diberantas. Saatnya bekerja dengan data dan audit.

0 comments