Setelah Singgung Islam Prancis Makin Kacau Balau, Presiden Prancis: Kami Tidak Akan Menyerah

IVOOX.id, Tunisia - Umat Islam di seluruh dunia tengah mengecam tindakan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Hal ini berkaitan dengan isi pidato yang ia sampaikan pada awal Oktober 2020 lalu.
Dalam pidato tersebut, Macron menghubungkan Islam dengan tindakan terorisme dan ekstremisme.
Pemerintah Indonesia juga telah mengambil sikap atas tindakan Macron tersebut. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah mengungkap bahwa pihaknya telah memanggil Duta Besar Prancis Olivier Chambard untuk meminta keterangan.
Ia juga menyampaikan bahwa Indonesia mengecam pidato yang disampaikan Macron tersebut.
Kini, kondisi Prancis makin kacau balau. Bahkan, terjadi serangan di Kota Nice pada Kamis, 29 Oktober 2020.
Hal ini membuat pemerintah setempat menaikkan peringatan keamanan Prancis ke level tertinggi.
Terkait hal ini, Macron kembali buka suara. Ia menyuarakan bahwa pihaknya akan tetap memperjuangkan kebebasan berkeyakinan meski telah diserang.
"Atas nilai-nilai kami, untuk selera kami akan kebebasan, untuk kemampuan di tanah kami untuk memiliki kebebasan berkeyakinan. Dan saya mengatakannnya dengan jelas lagi hari ini: Kami tidak akan menyerah,” tegas Marcon.
Serangan tersebut terjadi dalam kurun waktu kurang dari dua minggu setelah seorang guru sekolah menengah di pinggiran Paris meninggal akibat di penggal oleh penyerang berusia 18 tahun.
Penyerangan tersebut disebabkan karena ia marah kepada gurunya yang menunjukkan kartun Nabi Muhammad SAW di kelasnya.
Setelah kejadian tersebut, Kepala Jaksa Anti-Teroris, Jean-Francois Ricard mengatakan bahwa tersangka dalam serangan di Kota Nice adalah pria Tunisia yang lahir pada tahun 1999.
Pria tersebut tiba di Eropa pada tanggal 20 September tepatnya di Lampedusa, pulau Italia yang terletak di lepas Tunisia yang merupakan titik pendaratan utama bagi para migran asal Afrika.
Setelah itu sumber keamanan Tunisia dan sumber polisi Prancis telah menetapkan tersangka bernama Brahim Aouissaoui.
Pada kofenrensi pers di Kota Nice, Ricard mengatakan bahwa pria itu memasuki kota dengan kereta api pada Kamis pagi setelah itu pergi ke gereja.
Di gereja itulah ia menikam dan membunuh petugas gereja berusia 55 tahun. Ia juga memenggal kepala seorang perempuan berusia 60 tahun.
Setelah membunuh dua orang di gereja, pria tersebut juga menikam wanita berusia 44 tahun yang sempat melarikan diri ke kafe.
Polisi kemudian langsung datang dan menangkap pelaku pembunuhan yang masih meneriakan ‘Allahu Akbar’, dan menembak serta melukai dia.
"Pada penyerang kami menemukan sebuah Al Quran dan dua telepon, pisau kejahatan 30cm sengan ujung tajam 17cm. Kami juga menemukan tas yang ditinggalkan oleh penyerang. Disamping tas ini ada dua pisau yang tidak digunakan dalam penyerangan," kata Ricard.
Saat ini, tersangka penyerangan masih dirawat di rumah sakit dalam kondisi kritis.
Juru bicara pengadilan khusus kontra-militansi Tunisia, Mohsen Dali menyatakan bahwa Aouissaoui tidak terdaftar oleh polisi disana sebagai tersangka militan.
Ia mengatakan bahwa Aouissaoui meninggalkan negara itu pada tanggal 14 September dengan menggunakan perahu.
Tunisia juga telah melakukan penyelidikan forensiknya sendiri terkait kasus tersebut.
Serangan pada hari Kamis tersebut bertepatan dengan hari ulang tahun Nabi Muhammad SAW.
Serangan terjadi karena kemarahan Muslim yang meningkat atas pembelaam Prancis untuk hak penerbitkan kartun Nabi Muhammad SAW.
Demonstrasi pun terjadi di berbagai negara mayoritas Muslim dan mengecam Prancis atas keputusan memberikan hal penerbitan kartun tersebut.

0 comments