SETARA Institute Sebut Jabar Catat Pelanggaran KBB Tertinggi di Indonesia 2024 | IVoox Indonesia

June 7, 2025

SETARA Institute Sebut Jabar Catat Pelanggaran KBB Tertinggi di Indonesia 2024

setara institute Untitled
Grafik pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) di Indonesia. (SETARA Institute)

IVOOX.id - Jawa Barat (Jabar) kembali mencatat jumlah pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) tertinggi secara nasional.

Hal ini terungkap berdasarkan laporan SETARA Institute yang bertajuk "Kondisi KBB 2024: Regresi di Tengah Transisi".

Hasil pemantauan SETARA sepanjang tahun 2024, tercatat 38 peristiwa pelanggaran terjadi di provinsi ini, mengungguli lima provinsi lain dengan jumlah peristiwa tertinggi: Jawa Timur (34), DKI Jakarta (31), Sumatera Utara (29), Sulawesi Selatan (18), dan Banten (17).

Temuan SETARA Institute menunjukkan bahwa tren pelanggaran KBB di Jawa Barat tidak mengalami perbaikan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2023, Jawa Barat juga menjadi wilayah dengan jumlah pelanggaran tertinggi.

Secara wilayah, laporan menyebut bahwa "jika di tahun 2023 Jawa Barat menjadi provinsi paling banyak membukukan pelanggaran, di tahun 2024 Jawa Barat kembali membukukan pelanggaran tertinggi dengan 38 peristiwa". Konsistensi ini memperlihatkan lemahnya upaya perbaikan kebijakan dan penegakan hak atas kebebasan beragama di provinsi ini.

Secara nasional, SETARA Institute mencatat total 260 peristiwa pelanggaran KBB selama tahun 2024, dengan 402 tindakan yang menyertainya. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2023 yang mencatat 217 peristiwa dengan 329 tindakan. Dari total 402 tindakan tersebut, 159 dilakukan oleh aktor negara dan 243 oleh aktor non-negara.

"Dinamika politik nasional, khususnya pelaksanaan Pemilihan Presiden dan anggota legislatif pada 14 Februari, serta Pilkada serentak pada 27 November, menjadi salah satu faktor yang mendorong peningkatan pelanggaran," demikian penjelasan SETARA Institute, dalam keterangan resmi, diakses Rabu (28/5/2025).

Memang dinamika penggunaan politik identitas berbasis agama tidak semasif tahun 2014 dan 2019). Namun, temuan menunjukkan politisasi agama tetap muncul di sejumlah daerah.

Dilihat dari klasifikasi pelanggaran, SETARA Institut memaparkan, tindakan intoleransi yang berasal dari masyarakat mencapai 73 kasus, sementara tindakan diskriminatif oleh negara tercatat 50 kasus. Angka ini mengalami lonjakan dibandingkan tahun 2023, di mana intoleransi tercatat 26 kasus dan diskriminasi oleh negara 23 kasus.

Dari total 159 tindakan oleh aktor negara, sebagian besar berasal dari institusi pemerintah daerah dengan 50 tindakan, diikuti kepolisian (30), Satpol PP (21), serta masing-masing 10 tindakan oleh TNI dan Kejaksaan, dan 6 tindakan oleh Forkopimda.

Menurut laporan SETARA Institute, pelanggaran yang dilakukan oleh aktor nonnegara juga menunjukkan pola yang mengkhawatirkan. Ormas keagamaan menjadi pelaku terbesar dengan 49 tindakan, diikuti oleh kelompok warga (40), individu warga (28), Majelis Ulama Indonesia (21), ormas umum dan individu (masing-masing 11), serta tokoh masyarakat (10).

Terkait isu penodaan agama, SETARA Institute mencatat terjadi peningkatan tajam dari 15 kasus pada 2023 menjadi 42 kasus pada 2024. Dari angka tersebut, terdapat tujuh kasus pendakwaan dan tujuh kasus penetapan tersangka penodaan agama oleh aparat negara, serta 29 kasus pelaporan oleh masyarakat.

Gangguan terhadap pendirian dan operasionalisasi tempat ibadah juga menjadi sorotan. Meskipun jumlah gangguan menurun dari 65 kasus pada 2023 menjadi 42 kasus pada 2024, permasalahan ini belum terselesaikan secara sistemik.

Dalam banyak kasus, kendala utama datang dari penerapan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, yang dinilai memiliki sembilan lokus diskriminasi baik dalam maksud maupun akibatnya.

Laporan SETARA Institute disusun berdasarkan laporan korban dan saksi, jaringan pemantau di berbagai wilayah, serta triangulasi dengan pemberitaan media. Data ini dikembangkan menggunakan pendekatan berbasis hak konstitusional warga sesuai dengan UUD 1945 dan instrumen internasional hak asasi manusia.

SETARA Institute bersama tim peneliti mendorong pemerintah untuk mengambil langkah konkret. Pemerintah memiliki kesempatan strategis untuk membalikkan tren negatif tersebut melalui kepemimpinan yang menjadikan pemajuan KBB sebagai agenda prioritas.

Penulis: Diana

Kontributor

0 comments

    Leave a Reply