Sanitasi Buruk Bukan Hanya Perkara Kesehatan

IVOOX.id – Sanitasi yang buruk, khususnya praktik buang air besar sembarangan (BABS), berkontribusi signifikan terhadap tingginya angka stunting di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Masalah ini tak hanya menyangkut kesehatan masyarakat, tetapi juga berdampak langsung pada pembangunan ekonomi dan kualitas hidup jangka panjang.
Berbagai pihak, dari akademisi hingga pemerintah daerah, kini mendorong pendekatan kolaboratif untuk membenahi sanitasi sebagai bagian dari strategi pembangunan manusia yang berkelanjutan.
Dalam forum "Silverhorn Base Camp 2025" yang digelar di Hong Kong pada 22 Mei 2025, Direktur SDGs Center Universitas Padjadjaran Zuzy Anna menyampaikan, keterkaitan langsung antara sanitasi buruk dan kasus stunting di negara berkembang. Ia menekankan bahwa kondisi sanitasi yang tidak layak, seperti praktik buang air besar sembarangan, merupakan faktor utama yang memengaruhi gagal tumbuh pada anak.
“Sanitasi dan public toilet bukan hanya persoalan kesehatan, tapi juga menyangkut produktivitas dan pembangunan manusia,” ujar Zuzy.
Ia menambahkan bahwa akses terhadap toilet umum yang bersih dan aman berdampak nyata pada kualitas hidup masyarakat dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Pemaparan Zuzy dalam forum internasional yang dihadiri pelaku industri dan akademisi ini mendapatkan sambutan positif. Banyak peserta forum menyadari pentingnya membangun kolaborasi lintas sektor dalam mengatasi persoalan sanitasi dasar, yang selama ini kerap dianggap sepele namun memiliki dampak luas terhadap pembangunan.
Kota Bandung dan Perjuangan Mewujudkan ODF
Di tingkat lokal, Kota Bandung menjadi salah satu kota yang secara aktif mengimplementasikan program "Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)". Program ini mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2014 dan terdiri dari lima pilar, dengan pilar pertama adalah Stop Buang Air Besar Sembarangan (ODF/Open Defecation Free).
Dalam Simposium Kebudayaan Indonesia – Malaysia tahun 2021, Aditya Nuraeni, Heru Nurasa, dan Ida Widianingsih dari Universitas Padjadjaran menjelaskan bahwa penerapan program STBM bertujuan untuk menciptakan kemandirian masyarakat dalam menghentikan kebiasaan BABS.
Meski demikian, hasil evaluasi menunjukkan bahwa implementasinya belum optimal. Pada tahun 2020, capaian ODF di Kota Bandung baru mencapai 11,25% atau 17 dari 151 kelurahan (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kota Bandung, 2020).
Faktor-faktor yang menghambat pencapaian tersebut antara lain ketidaksesuaian teknologi sanitasi dengan kebutuhan lokal, kurangnya partisipasi masyarakat, keterbatasan sumber daya manusia, dan komunikasi yang belum efektif (Mila Mardotilah, 2019; Vinda Febrianti, 2019).
Upaya percepatan terus dilakukan. Pada Februari 2023, Dinas Kesehatan Kota Bandung menyelesaikan verifikasi ODF di seluruh 151 kelurahan. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Anhar Hadian, menekankan pentingnya verifikasi berkala dan intervensi terhadap keluarga yang berubah perilakunya.
“Kita tidak boleh berhenti bekerja untuk terus mempertahankan status ODF dengan melakukan verifikasi berkala setiap 2 tahun sekali. Jika ditemukan KK yang berubah perilaku, segera diintervensi,” ujar Anhar dalam Pertemuan Monev Stop BABS, 2 Maret 2023.
Anhar juga menyoroti perlunya dukungan dari pimpinan daerah dan inovasi teknis, termasuk model septic tank untuk kawasan padat penduduk atau dekat sungai. Meski Kota Bandung telah 100% ODF secara administratif, baru satu kelurahan yang melaksanakan kelima pilar STBM secara penuh, yakni Kelurahan Antapani Tengah.
Menuju Sanitasi Aman dan Generasi Bebas Stunting
Peneliti dari Universitas Padjadjaran dalam simposium tahun 2021 menekankan pentingnya implementasi kebijakan berbasis pendekatan "bottom-up" untuk mempercepat tercapainya kelurahan ODF. Dukungan regulasi, partisipasi masyarakat, dan sinergi antar pihak menjadi elemen kunci.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung saat itu, Ahyani Raksanagara, menambahkan bahwa capaian ODF juga menentukan penilaian Kota Sehat. Ia mengatakan, “ODF juga menjadi salah satu indikator penilaian Kota Sehat dengan nilai minimal ODF 60%. Oleh sebab itu, kita harus terus berupaya mencapai target tersebut.”
Dengan tantangan yang masih dihadapi di berbagai daerah, isu sanitasi layak tidak lagi dapat dipandang remeh. Akses terhadap sanitasi yang aman dan perilaku hidup bersih adalah pondasi penting dalam mencegah stunting dan memperkuat ketahanan pembangunan manusia.
Penulis: Diana
Kontributor

0 comments