Saham Perbankan Tertinggal, Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Lesu Tekan IHSG | IVoox Indonesia

July 18, 2025

Saham Perbankan Tertinggal, Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Lesu Tekan IHSG

Head of Research and Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto
Head of Research and Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto dalam konferensi pers di Jakarta Selasa (15/7/2025). IVOOX.ID/Fahrurrazi Assyar

IVOOX.id – Kinerja saham-saham berbasis fundamental, khususnya sektor perbankan, dinilai masih tertinggal dibanding pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang tahun 2025. Hal ini disampaikan oleh Head of Research dan Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto.

“Mandiri, BBCA, BRI secara year to date masih lagging terhadap IHSG,” ujar Rully dalam konferensi pers Selasa (15/7/2025).

Ia menjelaskan, lemahnya kinerja saham perbankan tak lepas dari melambatnya indikator-indikator ekonomi domestik. Di antaranya adalah pertumbuhan kredit yang stagnan, penjualan mobil yang menurun, serta sektor consumer retail dan telekomunikasi yang juga belum menunjukkan perbaikan signifikan.

“Kalau dari sisi makro, GDP kita kurang menggembirakan, dan biasanya akan berdampak ke sektor-sektor lainnya,” ujarnya.

Rully juga menyoroti bahwa penguatan IHSG dalam beberapa waktu terakhir lebih ditopang oleh saham-saham spekulatif dengan cerita pertumbuhan jangka panjang, bukan dari sektor berbasis fundamental. Hal ini menurutnya menjadi indikator bahwa pasar masih rentan terhadap volatilitas.

“Keputusan investasi saat ini sangat sulit karena ketidakpastian global. Kebijakan ekonomi dunia semakin tidak bisa diandalkan dan kredibilitasnya pun diragukan,” kata Rully.

Rupiah Menguat tapi Masih Tertinggal, Pasar Obligasi Diuntungkan

Nilai tukar rupiah yang menguat dalam beberapa waktu terakhir dinilai memberikan dampak positif bagi pasar obligasi. Namun demikian, Head of Research dan Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, mengingatkan bahwa penguatan tersebut belum sepenuhnya mencerminkan kekuatan fundamental ekonomi Indonesia.

“Rupiah menguat ke kisaran 16.200 sampai 16.300 per dolar AS, lebih karena faktor global, terutama pelemahan indeks dolar (DXY),” ujar Rully.

Ia menjelaskan, meskipun secara teknikal penguatan rupiah memberi sentimen positif terhadap surat utang negara, hal ini harus tetap disikapi hati-hati. Pasalnya, rupiah masih tertinggal jika dibandingkan dengan mata uang negara maju.

“Kalau dibanding Euro, Swiss Franc, Pound Sterling, Yen Jepang, yang sudah menguat 10 sampai 15 persen secara year to date, rupiah memang masih lagging,” katanya.

Menurut Rully, penguatan nilai tukar yang tidak didukung fundamental ekonomi domestik yang kuat berpotensi berbalik arah. Oleh karena itu, investor perlu memperhatikan dinamika pasar global dan kondisi makro sebelum mengambil keputusan investasi, khususnya di pasar obligasi.

“Level sekarang masih oke, tapi kita perlu waspada terhadap potensi koreksi jika sentimen global berubah,” ujarnya.

0 comments

    Leave a Reply