SA Institut: RKUHP Harus Berorientasi Keadilan Sosial | IVoox Indonesia

April 28, 2025

SA Institut: RKUHP Harus Berorientasi Keadilan Sosial

IMG-20220625-WA0041
Direktur Solusi dan Advokasi Institut (SA Institut), Suparji Ahmad. (Foto: Ist)

IVOOX.id, Jakarta - Direktur Solusi dan Advokasi Institut (SA Institut), Suparji Ahmad menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan acuan hukum tersendiri, dan sudah waktunya meninggalkan produk hukum Belanda. Dalam hal ini, ia menekankan segera disahkannya Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Indonesia sudah membutuhkan satu panduan hukum pidana yang merupakan produk kita sendiri, bukan lagi mengikuti produk dari Belanda. Maka, kita mendorong agar RKUHP ini segera diundangkan menjadi rujukan dalam hukum pidana," kata Suparji dalam siaran persnya.

"Adanya KUHP kita sendiri juga memperlihatkan kemandirian kita di bidang hukum, serta untuk merayakan kesamaan pikiran kita," sambung pria yang baru saja dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Hukum di Universitas Al-Azhar Indonesia ini.

Namun demikian, ia menegaskan bahwa RKUHP yang sedang digodok ini harus berorientasi mewujudkan keadilan sosial. Dalam sila kelima, kata dia, itu menggambarkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencapai kehidupan yang adil dan makmur. Adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.

"Itulah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan keadilan dan kemakmuran bagi sekelompok apalagi segelintir orang. Bung Karno menyatakan bahwa tujuan mendirikan Indonesia merdeka ini, bukan semua untuk satu orang atau golongan bukan juga satu orang atau golongan untuk semua, akan tetapi semua untuk semua," terangnya.

Ia menerangkan, pada saat ini aparat penegak hukum telah mengimplementasikan konsep restorative justice, yakni pendekatan yang menekankan pada penggantian kerugian yang diperbuat oleh pihak pelaku serta melakukan pemulihan dan perbaikan pada korban.

"Kita berharap dalam RKUHP juga demikian, bagaimana penegakan hukum tak hanya berorientasi pada pembalasan bagi pelaku, tapi lebih jauh dari itu yakni efek jera dan pemulihan bagi korban," paparnya.

Di sisi lain, para pemangku kebijakan juga perlu mendengar aspirasi masyarakat. Misalnya jika masyarakat meminta agar draft RKUHP dibuka, maka sebaiknya dibuka karena sebagai wujud transparansi dalam pembuatan aturan.

"Nanti masyarakat diharapkan bisa memberikan masukan-masukan demi terciptanya kitab hukum kita sendiri yang berorientasi pada keadilan sosial dan benar-benar terasa kemanfaatannya," pungkasnya.

0 comments

    Leave a Reply