Revisi RUU Penyiaran, BHM: Kemerdekaan Pers itu seperti oksigen | IVoox Indonesia

May 2, 2025

Revisi RUU Penyiaran, BHM: Kemerdekaan Pers itu seperti oksigen

WhatsApp Image 2024-05-20 at 07 52 04
Tangkapan layar Wartawan senior dan Wakil Ketua Dewan Pers, Bambang Harymurti (BHM) dalam diskusi publik RUU Penyiaran dan Ancaman Kebebasan Pers yang diselenggararakan oleh forum Insan Cita secara daring, Minggu (19/5/2024).

IVOOX.id - Wartawan senior dan Wakil Ketua Dewan Pers, Bambang Harymurti, menanggapi dengan keras terhadap draf RUU (Rancangan Undang-Undang) Penyiaran yang dianggapnya dapat membatasi kebebasan pers dan mengancam demokrasi di Indonesia. 

Bambang Harymurti yang semasa aktif di Majalah TEMPO akrab dipanggil BHM itu mengibaratkan kemerdekaan pers sebagai oksigen yang esensial bagi keberlangsungan sistem demokrasi.

"Kemerdekaan pers itu dalam sistem demokrasi seperti oksigen bagi manusia. Tanpa oksigen itu ya mati manusia itu, tanpa kemerdekaan pers ya mati demokrasi itu," tegas Bambang dalam diskusi publik, Minggu (19/5/2024).

Namun, ia juga menyoroti pandangan negatif tentang kebebasan pers yang sering diabaikan oleh pihak-pihak anti-demokrasi.

"Bukan berarti oksigen itu tidak ada negatifnya. Oksigen itu, kata Ahmad Yaser, pemenang Nobel Ekonomi, menyebabkan karat pada besi-besi. Celakanya, orang yang anti-demokratis fokus pada oksigen menyebabkan karat dan sengaja tidak bicara tanpa oksigen pasiennya mati. Ini rupanya yang dilakukan orang-orang yang di belakang RUU penyiaran ini," terangnya.

Kemudian ia menyatakan bahwa pihak-pihak yang mendukung RUU Penyiaran mungkin merasa terganggu oleh kebebasan pers sehingga mereka ingin mengendalikan atau membatasi alur informasi untuk menyembunyikan praktik-praktik koruptif.

"Mereka mungkin terganggu terhadap kebebasan pers sehingga mereka merasa harus melakukan kendali atau batasan-batasan untuk hal yang tidak baik. Ibaratnya, kekuatan jahat seperti vampir itu hanya sakti di tempat gelap. Ini sama dengan perilaku koruptif yang semakin sakti semakin di dalam ruangan gelap yang tidak ada informasi," ungkapnya.

Lalu ia kekhawatirannya bahwa kontrol informasi yang diinginkan oleh para pendukung RUU Penyiaran akan membuat masyarakat hanya mengetahui informasi yang diinginkan oleh pihak-pihak tertentu.

"Oleh karena itu, mereka ingin mengontrol alur informasi supaya hanya menyinari bagian-bagian yang mereka ingin masyarakat ketahui dan tidak menyinari bagian-bagian yang mereka tidak ingin masyarakat ketahui." tambahnya.

Bambang juga menegaskan bahwa meskipun Undang-Undang Penyiaran yang ada saat ini belum ideal, draf RUU yang beredar saat ini mengarah ke kondisi yang jauh lebih buruk.

 "Bukan berarti Undang-Undang Penyiaran ini sudah ideal. Bahkan, saya termasuk yang cukup aktif hampir 15 tahun berusaha untuk memperbaiki UU Penyiaran ini, tapi masalahnya adalah diubah ke arah mana. Kalau kita lihat draf yang beredar saat ini jelas ini adalah diubah ke arah yang jauh lebih buruk," jelasnya.

Selanjutnya ia menekankan bahwa jika pilihannya adalah antara Undang-Undang yang ada sekarang dengan draf yang ada saat ini, lebih baik mempertahankan yang ada sekarang.

"Kalau pilihannya Undang-Undang yang sekarang dengan draf yang ada ini, jauh lebih baik yang ada sekarang dibiarkan saja. Walaupun, tentu saya berharap di kondisi yang lebih baik kita bisa benahi supaya lebih baik, seperti lebih longgar dan lebih memberi kekuatan terhadap kedaulatan rakyat yang sekarang ini pelan-pelan dikikis dan diambil alih oleh oligarki," pungkasnya.

Pernyataan BHM tersebut menambah daftar panjang kritik terhadap RUU Penyiaran yang dianggap dapat mengancam prinsip-prinsip dasar demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia.

0 comments

    Leave a Reply