RAPBN 2018 Perlu Perhatikan Program Perhutanan Sosial

iVOOXid, Jakarta - Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) untuk tahun 2018 perlu memperhatikan mengenai program perhutanan sosial yang saat ini juga sedang menjadi kontroversi bagi sejumlah kalangan masyarakat.
Anggota Badan Anggaran DPR RI Sukiman, Selasa (10/10/2017), mengemukakan sejumlah hal tentang perhutanan sosial perlu untuk mendapatkan perhatian dalam RAPBN 2018.
Hasil riset yang dilakukan lembaga Indonesia Budget Center (IBC) menginginkan agar DPR memasukkan tambahan komponen kegiatan pendukung rehabilitasi hutan dan lahan yang dibiayai dalam rumusan RUU APBN 2018 untuk peningkatan akses masyarakat dalam pengelolaan hutan.
Hal tersebut, lanjutnya, sejalan dengan agenda prioritas proyek pemerintah di tahun 2018 untuk percepatan redistribusi lahan melalui program perhutanan sosial 12,7 juta ha hingga 2019.
Politisi PAN itu mengungkapkan berdasarkan riset IBC, kebutuhan kebutuhan anggaran perhutanan sosial berdasarkan hasil riset IBC mencapai Rp830 miliar per tahun. Untuk itu, masukan dari lembaga IBC tersebut merupakan saran penting yang sangat perlu untuk dipertimbangkan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Azman Natawijana mengapresiasi program perhutanan sosial guna membuat hutan nasional lebih produktif serta meningkatkan kesejahteraan warga di sekitarnya, tetapi menegaskan bahwa program itu perlu pengawasan.
"Adanya kebijakan ini bagus, asalkan pelaksanaannya disertai dengan pengawasan dan pengendaliannya," kata Azam Azman.
Politisi Partai Demokrat itu mencontohkan, jangan sampai hak atas lahan dalam program itu beralih dengan berbagai macam cara yang tidak benar, terlebih dalam regulasi terkait disebutkan diberikan selama 35 tahun dan bisa diwariskan.
Untuk itu, ujar dia, dalam pelaksanaan program perhutanan sosial perlu adanya pembinaan dan pengawasan sehingga tidak terjadi peralihan kepemilikan tanah.
"Kami optimistis lahan perhutanan Indonesia bisa lebih produktif dan bisa hijau kembali. Kami melihat akan ada yang mengelola dan mengoperasikan, mudah-mudahan ini menjadi kenyataan. Yang penting adalah bisa diawasi, dikelola, dibina dan tidak menjadi perubahan kepemilikan dari tanah," ucapnya.
Ia juga menginginkan adanya sosialisasi kepada masyarakat sekitar terkait dengan pelaksanaan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang terkait dengan hal tersebut agar tidak terjadi keresahan di masyarakat dan terjadi sinergi antara yang sudah eksis dengan yang baru.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Siti Mukaromah menginginkan agar Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P.39 Tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani dikaji kembali.
Hal tersebut, menurut Siti Mukaromah, karena dianggap menimbulkan keserahan pada kalangan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang telah ada sebelumnya, dan ada kecemasan bahwa kementerian ingin memasukkan kelompok baru.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, mengingatkan bahwa luas hutan di berbagai daerah di Tanah Air sangatlah luas, dan ada sebagian dari masyarakat nusantara yang tinggal di wilayah itu.
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah mengambil kebijakan dengan mengalokasikan 12,7 juta hektare untuk program perhutanan sosial, pemberian aspek legal izin pengelolaan hutan untuk penggarap lahan perhutanan sosial, serta sinergi kemitraan antara penggarap lahan dengan BUMN. (ant)

0 comments