Program Makan Bergizi Gratis Perlu Bijak dalam Penganggaran, Infrastruktur dan Transportasi Jangan Tersisihkan

IVOOX.id – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang masuk dalam prioritas utama RAPBN 2026 dengan anggaran mencapai Rp 335 triliun mendapat sorotan dari kalangan akademisi. Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, menilai inisiatif tersebut patut diapresiasi, namun pelaksanaannya harus hati-hati agar tidak menyingkirkan sektor lain yang sama pentingnya.
“Program Makan Bergizi Gratis adalah inisiatif yang patut didukung, namun pelaksanaannya perlu bijaksana. Anggaran program ini sebaiknya tidak memangkas dana penting dari kementerian atau lembaga lain yang juga krusial untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Oleh karena itu, Program MBG dapat berjalan beriringan dengan program-program layanan publik dasar seperti keselamatan, transportasi, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Jangan sampai salah satu harus dikorbankan,” ujar Djoko kepada ivoox.id Senin (8/9/2025).
Menurutnya, keberlanjutan infrastruktur dan transportasi berkeselamatan merupakan fondasi penting yang tidak boleh diabaikan. Konsep tersebut mencakup tiga pilar utama, yaitu pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan, sistem transportasi yang efisien, serta jaminan keselamatan bagi semua pengguna jalan.
Indonesia sendiri telah memiliki peta jalan menuju Indonesia Emas 2045 yang tercantum dalam UU Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025–2045. Target besar di bidang pendidikan, kesehatan, budaya, dan ekonomi hanya bisa tercapai bila didukung oleh infrastruktur dan transportasi yang memadai.
Kekhawatiran muncul ketika anggaran besar untuk MBG justru bersanding dengan pemangkasan pos transportasi dan infrastruktur. Anggaran skema buy the service (BTS) untuk angkutan umum, misalnya, terus menurun dari Rp 582,98 miliar pada 2023 menjadi hanya Rp 80 miliar di 2026. Padahal, ketersediaan angkutan umum erat kaitannya dengan isu kemiskinan karena daerah miskin kerap terisolasi akibat minimnya akses transportasi.
Djoko menegaskan, tanpa dukungan transportasi yang layak, manfaat program seperti MBG akan berkurang. Aksesibilitas adalah kunci agar masyarakat di berbagai daerah, terutama di kawasan miskin, benar-benar merasakan dampak program pemerintah. “Transportasi dan infrastruktur harus dipandang sebagai kebutuhan dasar, sama pentingnya dengan pangan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan perumahan,” katanya.
Data kondisi jalan di Indonesia juga memperlihatkan masalah serius. Dari total 441.250 kilometer jalan kabupaten/kota, hampir 40 persen dalam kondisi rusak atau rusak berat. Hal ini berdampak langsung pada distribusi barang, pelayanan angkutan umum, dan konektivitas antarwilayah, termasuk trayek angkutan perintis yang menjadi penopang distribusi lanjutan Tol Laut.
Djoko menambahkan, pembenahan transportasi umum dan perbaikan infrastruktur jalan merupakan langkah strategis untuk mengurangi kemiskinan sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi. Negara maju pun menjadikan transportasi publik yang berkualitas sebagai ciri utama, di samping jaringan jalan yang mantap hingga wilayah terpencil.
Dengan begitu, untuk benar-benar menuju Indonesia Emas 2045, Djoko menilai pemerintah perlu menjaga keseimbangan dalam penganggaran. Program MBG memang penting, namun tidak boleh mengorbankan infrastruktur, transportasi, dan keselamatan yang justru menjadi penopang utama keberhasilan program-program lain.

0 comments