Presiden ASPIRASI Harap May Day 2025 Momentum Perjuangan Nyata untuk Pekerja, Bukan Seremonial | IVoox Indonesia

May 2, 2025

Presiden ASPIRASI Harap May Day 2025 Momentum Perjuangan Nyata untuk Pekerja, Bukan Seremonial

antarafoto-unjuk-rasa-tuntut-pemenuhan-hak-buruh-sritex-1741701240
Sejumlah buruh mengikuti unjuk rasa di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Selasa (11/3/2025). Unjuk rasa dilakukan sebagai bentuk solidaritas bagi buruh Sritex yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tidak mendapatkan hak-haknya secara layak, serta menuntut pemerintah segera mengatasi badai PHK di berbagai pabrik lainnya. ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin

IVOOX.id – Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI), Mirah Sumirat, menyampaikan ucapan selamat Hari Buruh Internasional yang jatuh pada 1 Mei 2025. Ia menyebut bahwa peringatan May Day tahun ini sangat istimewa karena untuk pertama kalinya Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dijadwalkan hadir langsung bersama para buruh di kawasan Monas, Jakarta. Sekitar 200 ribu pekerja dari berbagai wilayah diperkirakan akan hadir.

Menurut Mirah, May Day bukan sekadar perayaan meriah atau kegiatan seremonial biasa. Bagi para pekerja dan buruh, hari ini merupakan momentum penting untuk menyampaikan suara dan tuntutan langsung kepada kepala negara. “Pekerja bukan sekadar objek pembangunan, tetapi subjek yang berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, hak-hak pekerja harus dilindungi dan dijamin secara adil,” ujar Mirah dalam keterangan resmi yang diterima ivoox.id Selasa (30/4/2025).

Dalam peringatan May Day 2025 ini, ASPIRASI menyampaikan berbagai tuntutan menyangkut perlindungan dan kesejahteraan pekerja. Mereka mendorong agar pemerintah bersama DPR RI segera merumuskan undang-undang ketenagakerjaan yang baru, yang lebih relevan dengan kondisi industri saat ini yang telah berubah secara signifikan menuju otomatisasi dan digitalisasi. Serikat pekerja, menurut Mirah, harus benar-benar dilibatkan dalam proses penyusunan agar tak terjadi penolakan seperti pada pembentukan UU Cipta Kerja sebelumnya.

Selain itu, ASPIRASI menyoroti maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak tahun 2020 yang masih terus berlangsung hingga 2025. Minimnya lapangan kerja membuat banyak tenaga kerja kesulitan mendapatkan pekerjaan kembali. Ia menekankan pentingnya peran negara dalam membuka akses kerja yang lebih luas.

Mirah juga menegaskan bahwa sebagian besar perusahaan di Indonesia masih belum membuka ruang kebebasan berserikat, padahal hak tersebut telah dijamin dalam UU Nomor 21 Tahun 2000. Ia menyayangkan masih banyaknya pemberangusan serikat pekerja dan minimnya ruang untuk melakukan perundingan yang adil antara pekerja dan pengusaha.

Hubungan industrial yang sehat dan berkelanjutan juga diangkat oleh ASPIRASI. Menurut Mirah, slogan perusahaan yang mengaku membangun hubungan industrial harmonis akan menjadi sia-sia apabila tak ada serikat pekerja dan perjanjian kerja bersama. Perjanjian tersebut adalah landasan utama untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan buruh dan pengusaha.

ASPIRASI juga mengingatkan bahwa perkembangan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi industri harus diantisipasi dengan bijak. Jika tidak, akan banyak pekerja terutama dari kalangan lulusan SD dan SMP yang akan terpinggirkan. Pemerintah diminta segera merancang program pelatihan dan peningkatan keterampilan agar para pekerja mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut.

Masalah diskriminasi dalam rekrutmen juga menjadi sorotan. Mirah menilai banyak syarat kerja yang tidak masuk akal dan menyulitkan para mantan pekerja, terutama yang berusia 35–40 tahun. Ia menyebut bahwa usia tersebut masih sangat produktif, namun sering terhalang oleh batasan usia dan persyaratan fisik yang tidak relevan dengan jenis pekerjaan.

Kesempatan kerja yang adil bagi penyandang disabilitas juga ditegaskan sebagai hak asasi yang harus dijamin oleh negara. Mirah mengingatkan bahwa UU Nomor 8 Tahun 2016 sudah mewajibkan perusahaan untuk menyerap setidaknya satu persen pekerja dari kalangan difabel. Pemerintah dan sektor swasta didesak untuk menjalankan amanat tersebut secara nyata.

Tuntutan lain datang dari kalangan tenaga kesehatan seperti bidan, perawat, dan petugas posyandu. ASPIRASI mengungkapkan bahwa banyak dari mereka yang hanya digaji jauh di bawah standar, bahkan hanya Rp 300.000 per bulan. Selain itu, status kerja dan perlindungan hukum yang tidak jelas membuat mereka rentan terhadap ketidakadilan.

Mirah juga membawa isu transisi energi dan perubahan iklim dalam perspektif keadilan sosial. Menurutnya, peralihan menuju ekonomi rendah karbon tidak boleh mengorbankan pekerja. “Transisi yang adil” harus memastikan pekerja tetap terlindungi dari sisi sosial, ekonomi, maupun keselamatan kerja.

Pekerja di sektor ekonomi digital seperti driver online dan kurir juga masuk dalam perhatian ASPIRASI. Mereka meminta aturan yang melindungi status kerja, jam kerja, tarif yang layak, dan perlindungan hukum bagi para pekerja platform daring. Mirah menilai bahwa terlalu sering mitra driver diputus tanpa pembelaan dan jaminan hak normatif.

Eksploitasi terhadap generasi muda atau Gen Z turut disoroti. Mirah meminta agar praktik-praktik yang menindas anak muda dalam dunia kerja, termasuk magang tidak adil dan tuntutan konsumtif berlebihan, segera dihentikan. Ia menyerukan agar energi dan kecerdasan generasi muda dijaga serta dilindungi oleh kebijakan negara dan regulasi yang adil.

“May Day tahun 2025 bagi kami sangat istimewa dimana Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto bisa hadir bersama buruh, artinya komitmen bagi presiden untuk memberikan kesejahteraan bagi buruh dan juga rakyat karena perekonomian sebagian besar ditopang oleh pekerja/buruh dan tentunya juga rakyat Indonesia,” kata Mirah.

Ia menambahkan bahwa perjuangan buruh bukan hanya demi kesejahteraan kelompoknya, tetapi juga untuk seluruh rakyat. “May Day kali ini bukan hanya perayaan bagi buruh tapi perayaan bagi semua rakyat Indonesia, karena perjuangan buruh adalah perjuangan bagi seluruh rakyat Indonesia menuju negara kesejahteraan.” Ujarnya.

Di akhir pernyataannya, Mirah mengajak semua elemen masyarakat untuk bersolidaritas bersama buruh. “Kami tidak akan diam ketika hak-hak buruh dirampas. Suara kami adalah kekuatan. Dan kami akan terus menyuarakan kebenaran demi kesejahteraan rakyat pekerja Indonesia,” katanya.

0 comments

    Leave a Reply