PN Jakpus Terima Pelimpahan Berkas Perkara TPPU Eks Sekretaris MA Nurhadi | IVoox Indonesia

November 8, 2025

PN Jakpus Terima Pelimpahan Berkas Perkara TPPU Eks Sekretaris MA Nurhadi

Tersangka kasus dugaan TPPU di lingkungan Mahkamah Agung (MA) Nurhadi
Tersangka kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di lingkungan Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (kanan) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (24/10/2025). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc.

IVOOX.id – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah menerima pelimpahan dan meregister berkas perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyeret mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi sebagai tersangka.

Juru Bicara PN Jakarta Pusat Andi Saputra menyebutkan berkas perkara telah didaftarkan dengan Nomor 126/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst.

"Ketua PN Jakpus telah menunjuk tiga hakim untuk mengadilinya," ucap Andi saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (7/11/2025), dikutip dari Antara.

Ketiga hakim dimaksud, yaitu Fajar Kusuma Aji sebagai hakim ketua beserta Adek Nurhadi dan Sigit Herman Binaji masing-masing sebagai hakim anggota.

Berdasarkan penelusuran Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, sidang perdana Nurhadi akan digelar pada Selasa, 18 November 2025, dengan agenda pembacaan surat dakwaan.

Adapun kasus TPPU Nurhadi berasal dari pidana pokok usai dinyatakan bersalah dalam kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada 2011-2016 lantaran menerima suap dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.

Nurhadi menjalani pidana penjara selama enam tahun serta dijatuhi pidana denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama tiga bulan.

Berdasarkan putusan kasasi MA pada 24 Desember 2021, Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono dari pihak swasta, dinyatakan terbukti menerima suap sejumlah Rp 35,726 miliar serta gratifikasi dari sejumlah pihak sebesar Rp 13,787 miliar.

Penerimaan gratifikasi serta pencucian uang tersebut terkait dengan mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro. Eddy, selaku mantan Presiden Komisaris Lippo Group, telah divonis empat tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan pada 6 Maret 2019 karena terbukti menyuap mantan panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution sebesar Rp 150 juta dan 50 ribu dolar AS (senilai total Rp 877 juta).

Perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama dengan Wresti Kristian Hesti Susetyowati, Ervan Adi Nugroho, Hery Soegiarto, dan Doddy Aryanto Supeno.

Tujuan pemberian uang itu adalah agar Edy Nasution mengurus dua perkara yaitu pertama menunda proses pelaksanaan aanmaning (pemanggilan pihak tereksekusi melaksanakan hasil putusan perkara secara sukarela) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dalam perkara PT MTP melawan PT Kwang Yang Motor Co. Ltd (KYMCO) pada 2013-2015 sehingga mendapat imbalan Rp 150 juta.

Pada perkara kedua, Edy Nasution terbukti menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (PT AAL) meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang, sehingga mendapat imbalan 50 ribu dolar AS.

Dalam persidangan terungkap bahwa Eddy Sindoro pernah bertemu dengan Nurhadi menanyakan kenapa berkas perkara belum dikirimkan dan Nurhadi sempat menelepon Edy Nasution untuk mempercepat pengiriman berkas perkara peninjauan kembali (PK).

0 comments

    Leave a Reply