October 3, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Perubahan Iklim Berakibat Produksi Kopi di Pangalengan Mengalami Penurunan

IVOOX.id - Pangalengan Jawa Barat (Jabar) sebagai salah satu wilayah penghasil komoditas Kopi terbesar di Indonesia. Beberapa tahun terakhir produksi kopi disana mengalami penurunan karena perubahan iklim.

Fenomena tersebut dirasakan oleh Haris, salah satu petani Kopi yang tergabung dalam kelompok tani Kopi Bareto yang berlokasi di Pangalengan, Kabupaten Bandung.

Ia dan para petani kopi yang lain mengeluhkan turunnya hasil panen kopi dikarenakan cuaca yang tidak menentu beberapa tahun kemarin.

“Kami kususnya di Bareto kopi memang sejak beberapa tahun kemarin mengalami penurunan hasil panen, sementara permintaan kopi di Indonesia saja masih belum tercukupi, saya belum tau apa penyebabnya (sehingga terjadi penurunan) namun predisi saya dan teman-teman disini mungkin karena cuaca yang buruk.” Ujar Haris pada IVOOX saat ditemui di workshop kopi Bareto di Pangalengan pada Rabu, (7/6/2023).

Haris menambahkan saat ini khsusunya di kelompok tani Kopi Bareto setiap musim panen hanya bisa menghasilkan 50 sampai 100 Ton kopi saja, sementara di tahun-tahun sebelumnya hasil panen yang dapat dikumpulkan oleh kelompok tani tersebut selalu di atas 100 Ton per bulan.

“Kebetulan bulan kemarin (Mei) itu puncak panen kopi, namun kami hanya bisa mengumpulkan 50-70 Ton kopi saja dari seluruh Petani, bulan-bulan selanjutnya pasti akan mengalami penurunan.” ujarnya.

Penururan hasil panen varietas Kopi khususnya di Pangalengan juga dikonfirmasi oleh Asep selaku Kepala Humas PT. Sinar Mayang Lestari (Malabar Mountain Coffee).

Menurutnya di Malabar Mountain Coffee juga mengalami penurunan produksi akibat perubahan iklim beberapa tahun terakhir.

“Tidak hanya di Pangalengan, mungkin di seluruh Indonesia bahkan dunia, penurunan hasil panen Kopi terjadi, faktor yang jadi penyebabnya karena perubahan iklim, cuaca yang semakin memanas dan musim yang tidak dapat diprediski menjadi faktor besar penyebab berkurangnya hasil panen, sehingga kami saat ini sudah tidak bisa ekspor lagi, terakhir ekspor pada tahun 2014,” katanya.

Hal ini senada dengan Siaran Pers Biro Hukum dan Organisasi Bagian hubungan Masyarakat di laman resmi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengajak seluruh masyarakat Indonesia gotong royong berkontribusi menahan kencangnya laju pemanasan global dan perubahan iklim.

Menurutnya, fenomena perubahan iklim semakin mengkhawatirkan serta memicu dampak yang lebih luas. Hal itu terlihat dari berbagai peristiwa alam terkait iklim, dari suhu udara yang lebih panas, terganggunya siklus hidrologi, hingga maraknya bencana hidrometeorologi di berbagai belahan dunia.

"Perubahan iklim menjadi isu yang harus diperhatikan karena ini memiliki dampak dan resiko yang besar terlebih pada keberlangsungan makhluk hidup dan generasi di masa mendatang. Karenanya, perlu aksi pengendalian perubahan iklim yang konkret dari seluruh lapisan masyarakat," ungkap Dwikorita Karnawati dalam puncak peringatan Hari Meteorologi Dunia (HMD) ke-73 di Stasiun Pemantau Atmosfer Global (GAW) Bukit Kototabang, Sumatera Barat, Senin (20/3/2023).

Reporter: Fahru Razi Asyar

0 comments

    Leave a Reply