Pertempuran Tiada Akhir Manusia versus Wabah | IVoox Indonesia

May 19, 2025

Kabar dari Rumah

Pertempuran Tiada Akhir Manusia versus Wabah

Ilustrasi vector daeng

IVOOX.id, Jakarta - Halo...Sudah berapa hari mendekam di rumah? Tujuh? Atau jangan-jangan sudah empat belas hari? Mulai bosan dan bete? Merindukan suasana kantor? Dulu waktu berkerja dari kantor, kita ingin di rumah saja dengan sekali-kali berbohong sakit. Sekarang, bertolak belakang secara sempurna, kita memendam rindu serindu-rindunya dengan meja kerja di kantor yang selalu jorok dan mojok di dekat pantri itu. 

I. Tetap (tidak) Waras

Belum lama ini, kita suka mencuri-curi waktu untuk bolos kerja dan pergi melancong tapi kini hanya satu yang kita inginkan, kembali bekerja dari kantor dan rela bertemu dengan bos yang selalu menuntut.

Belum lama berselang, kita tergila-gila dengan percakapan lewat aplikasi sekalipun kawan bicara kita sesungguhnya ada di meja sebelah, namun sekarang kita mendadak ingin melihat langsung gincu salah seorang teman sekantor yang selalu menggoda.

Fakta bahwa corona ini masih belum jelas ujungnya membuat prospek kita akan segera keluar dari ‘penjara’ rumah tampaknya masih suram. Jadi bersiaplah untuk menghadapi rasa bosan yang terlalu atau perasaan terisolasi yang memuncak.

Meski begitu, patut dicamkan, tidak ada badai yang tidak berakhir dan setelah itu pasti muncul pelangi dengan warna warni yang indah. Kita tidak akan pernah tahu sekuat apa kita, hingga kita benar-benar tidak punya pilihan lagi selain bertahan. Tetap waras!

II. Manusia Vs Wabah

Siapa saja yang lahir dan menjalani masa kana-kanak di akhir tahun 60-an pasti memiliki tanda di pangkal lengan dan atau pahanya. Tanda itu ‘dibuat’ dengan cara mengerikan oleh petugas dari kecamatan yakni menggaruk-garukan semacam, bagaimana menyebutnya, mata bor yang sakitnya naujubillah tak tertahankan, demam berhari-hari dan setelah sembuh pun masih meninggalkan bekas jelek dan menyeramkan.

Perempuan-perempuan masa itu malah meratapi nasibnya waktu beranjak dewasa karena tanda di lengannya itu membekas seperti bopeng yang mengurangi nilai kecantikannya 50% manakala memakai baju you can see.

Tanda di lengan atau paha itu bukti bahwa seseorang telah mendapat vaksin cacar. Kala itu cacar menjadi wabah yang menular dan menyebabkan kematian dalam skala besar di seluruh dunia. Jika seseorang berhasil selamat, penyaki cacar ini masih meninggalkan lubang-lubang di kulit dan wajah. Tahun 1967, virus cacar masih berkeliaran di udara dan menjangkiti lebih dari 15 juta orang di seluruh muka bumi ini dan membunuh dua juta diantaranya.

Sejak pertama kali ditemukan di dalam tubuh seorang budak tantara Spanyol bernama Fransisco de Egula yang berlayar dari Kuba menuju Meksiko, 5 Maret 1520, manusia baru berhasil mengalahkan virus cacar ini pada tahun 1979 ketika Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan bahwa virus cacar telah dilenyapkan semuanya. Dan sejak itu vaksin cacar tidak diproduksi lagi hingga hari ini.

Musuh terbesar manusia sejak dulu kala hingga pada masa kedokteran canggih hari ini tidak berubah: wabah (virus, kuman, bakteri). Wabah paling terkenal dan mematikan dalam sejarah manusia adalah Maut Hitam pada tahun 1330 yang bermula di salah satu tempat di Asia Timur. Dengan menumpang ‘angkutan’ tikus dan kutu di binatang ternak, wabah ini dengan cepat menyebar ke seluruh Asia, Eropa, Afrika, dan pesisir Samudera Atlantik.

Di Inggris, 4 dari 10 orang mati, membuat jumlah penduduknya menyusut dari 3,7 juta orang sebelum wabah menjadi tinggal 2,2 juta orang. Di Florensia, kota cantik nan indah di Italia, 50% penduduknya mati. Total 75 juta orang, beberapa sumber mencatat 200 juta, mati di seluruh dunia.

Dua ratus tahun setelah itu (tahun 1778), Kapten James Cook, penjelajah dari Inggris yang legendaris itu berlabuh di Hawaii yang dihuni 500 ribu penduduk. Bersama kedatanganya itu, rombongan ini membawa serta virus flu dan sipilis. Beberapa tahun setelah kedatanganya itu, hanya tinggal 70 ribu dari 500 ribu penduduk Hawaii yang bertahan hidup.

Memasuki abad ke-20 saat Perang Dunia I berkecamuk, di parit-parit pertahanan tantara mati secara misterius, bukan, bukan karena tembakan musuh melainkan satu virus yang dikenal sebagai Flu Spanyol. Virus ini menyebar cepat yang membunuh 500 juta orang - sepertiga dari penduduk dunia - hanya dalam bilangan bulan (selama Perang Dunia I, empat tahun, 1914 – 1918, ada 40 juta orang terbunuh).

Pada masa dimana transportasi dan lalu lintas barang serta manusia terkoneksi dengan sempurna di seluruh dunia, musuh bebuyutan manusia yakni virus, kuman, bakteri, menjadi ancaman serius jika tidak ditemukan penawarnya dengan cepat. Tidak ada yang berani menjamin bahwa wabah dari masa lalu yang telah bermutasi dan mungkin tengah menunggu di pojok-pojok gelap tidak akan kembali lagi.

Akan tetapi ada selusin alasan bagi kita untuk percaya bahwa pertempuran melawan wabah akan dimenangkan oleh kedokteran modern. Tetap Waras! 

Tabik: Daeng

0 comments

    Leave a Reply