Peringati 20 tahun Tsunami Aceh, Nelayan Pulau Simeulue Tidak Melaut

IVOOX.id – Lembaga adat laut melalui Panglima Laot Pulau Simeulue, Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh, menyatakan seluruh nelayan di kabupaten kepulauan tersebut tidak melaut pada peringatan hari smong atau tsunami.
"Pada peringatan hari smong atau tsunami ini, seluruh nelayan di Pulau Simeulue tidak melaut. Setiap 26 Desember ditetapkan sebagai hari pantang melaut," kata Panglima Laot Lhok Air Pinang Juhardi Marlin di Simeulue, Kamis (26/12/2024), dikutip dari Antara.
Menurut Juhardi, pantangan melaut setiap peringatan hari smong atau tsunami pada 26 Desember merupakan kesepakatan bersama para panglima laot di Kabupaten Simeulue.
"Setiap 26 Desember menjadi hari pantangan melaut bagi nelayan disepakati dan ditandatangani bersama pada panglima laot di seluruh Kabupaten Simeulue. Kami mengimbau nelayan menghormati kesepakatan ini," katanya.
Dia mengatakan apabila ada nelayan yang melanggar kesepakatan tersebut, maka panglima laot di wilayah nelayan tersebut berada dapat mengambil tindakan yang sesuai dengan hukum adat laut setempat.
Peringatan hari smong atau tsunami tersebut menjadi refleksi dan renungan bersama bagaimana perjalanan dua dekade bencana dahsyat akhir 2004 tersebut.
"Mari jadikan momentum peringatan hari smong atau tsunami ini sebagai renungan bersama atas musibah dahsyat yang menimpa Aceh 20 tahun silam. Untuk itu, mari patuhi kesepakatan bersama ini untuk tidak melaut setiap 26 Desember," katanya.
Kabupaten Simeulue merupakan wilayah kepulauan terluar di Provinsi Aceh. Pulau Simeulue berada di Samudra Hindia yang jaraknya sekitar 180 mil laut dari pesisir barat Pulau Sumatera.
Kabupaten Simeulue merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat sejak tahun 1999. Kabupaten Simeulue memiliki 10 kecamatan dengan 138 gampong atau desa yang dihuni sekitar 96 ribuan jiwa.
Kepulauan di Samudra Hindia tersebut memiliki kearifan lokal dalam mitigasi bencana tsunami yang dikenal dengan sebutan smong. Smong merupakan istilah gelombang besar yang diajarkan turun temurun sejak 1900-an, setelah gelombang besar melanda wilayah kepulauan di Samudra Hindia tersebut.
Kearifan lokal smong menyelamatkan masyarakat Pulau Simeulue dari bencana tsunami 26 Desember 2004, di mana korban meninggal dunia pada saat bencana dahsyat tersebut kurang dari 10 orang. Padahal, Pulau Simeulue berada dekat dari pusat gempa yang disusul tsunami 20 tahun lalu tersebut.

Sejumlah umat muslim menghadiri kegiatan zikir dan berdoa pada peringatan 20 tahun bencana Tsunami di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Aceh, Kamis (26/12/2024). (ANTARA FOTO/Ampelsa)
Peringatan 20 Tahun Tsunami Aceh
Pemerintah Aceh menggelar peringatan 20 tahun tsunami Aceh yang bertajuk Aceh Thanks the World di halaman Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Kamis (26/12/2024).
Pj Gubernur Aceh Safrizal ZA menyatakan bahwa peristiwa gempa bumi dan tsunami Aceh 2004 telah membukakan pintu perdamaian bagi tanah rencong yang juga sedang dalam konflik berkepanjangan.
"Tsunami telah membuka pintu perdamaian di Aceh. Konflik yang telah berlangsung selama 30 tahun, akhirnya menemui titik terang," kata Safrizal ZA di Banda Aceh, Kamis (26/12/2024), dikutip dari Antara
Bencana tsunami, kata dia, membuka mata semua pihak bahwa perdamaian merupakan jalan terbaik untuk membangun Aceh.
Kemudian, pada 15 Agustus 2005 atau hanya delapan bulan setelah tsunami, Pemerintah RI dan GAM menandatangani nota kesepahaman damai atau MoU di Helsinki, Finlandia.
"MoU Helsinki mengakhiri konflik berkepanjangan dan membuka lembaran baru bagi Aceh," ujar Safrizal.
Ia menyampaikan bencana gempa dan tsunami yang melanda Aceh 20 tahun lalu merupakan ujian berat dari Allah SWT untuk Aceh, dimana gempa berkekuatan magnitudo 9,1, disusul gelombang tsunami telah menghantam pesisir Aceh.
Dalam hitungan menit, merenggut lebih dari 170 ribu nyawa dan menghancurkan sekitar 250 ribu rumah, ratusan sekolah, puluhan rumah sakit, dan berbagai infrastruktur vital lainnya. "Peristiwa ini meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Aceh," katanya.
Namun, kata Safrizal, di tengah kekalutan itu, Allah SWT memperlihatkan kepada semua akan kuasaNya melalui cahaya kemanusiaan yang begitu terang.
Ketika berita tentang tsunami Aceh menyebar ke seluruh dunia, komunitas internasional bergerak dengan kecepatan dan solidaritas yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah kemanusiaan modern.
Lebih dari 60 negara, ratusan organisasi internasional, dan ribuan relawan dari berbagai penjuru dunia datang ke Aceh, membawa bantuan, harapan, dan semangat untuk bangkit kembali.
"Kita menyaksikan bagaimana dunia bersatu untuk Aceh. Kita menyaksikan bagaimana ribuan relawan internasional bekerja tanpa kenal lelah. Bahkan, ada yang sampai mengorbankan nyawa mereka demi membantu Aceh," ujarnya.
Kini, tambah dia, musibah dahsyat tersebut sudah 20 tahun berlalu, meskipun masih teringat dalam sanubari. Semuanya juga tetap harus bersyukur kepada Allah SWT, dan bersama mengucapkan terima kasih kepada dunia yang telah membantu Aceh.
"20 tahun telah berlalu, ingatan tentang bencana dahsyat itu tetap hidup dalam sanubari kita. Rasa syukur kita kepada Allah SWT dan terima kasih kita kepada dunia tetap terpatri dalam hati kita (masyarakat Aceh)," kata Safrizal ZA.

0 comments