Perang Dagang Mengarah ke Resesi: Goldman Sachs

IVOOX.id, Washington - Perang dagang AS-China bisa mengarahkan ekonomi dunia ke resesimengarah ke resesi, apalagi konflik perdagangan kedua negara diyakini tak akan tercapai sebelum pilpres AS pada 2020, demikian penilaian lembaga keuangan Goldman Sachs Group Inc, yang dilansir Minggu (11/8).
"Kami memperkirakan tarif yang menargetkan sisa 300 miliar dolar AS impor dari China akan berlaku," kata bank itu dalam catatan yang dikirim kepada para nasabahnya, menyinggung ancaman Presiden Donald Trump untuk mengenakan tarif 10 persen bagi barang China senilai USD300 miliar, yang segera dibalas China dengan penundaan impor produk pertanian AS dan langkah membiarkan yuan melemah terhadap dolar.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan pada 1 Agustus bahwa pihaknya akan mengenakan tarif tambahan 10 persen pada impor China senilai 300 miliar dolar AS pada 1 September, mendorong China untuk menghentikan pembelian produk-produk pertanian AS.
Amerika Serikat juga menyatakan China sebagai manipulator mata uang. China menyangkal telah memanipulasi yuan untuk keuntungan kompetitif.
Perselisihan perdagangan selama setahun telah berkisar pada masalah-masalah seperti tarif, subsidi, teknologi, kekayaan intelektual dan keamanan siber, di antara lainnya.
Baca juga: Peneliti nilai aliran modal asing masih esensial
Goldman Sachs mengatakan pihaknya menurunkan perkiraan pertumbuhan kuartal keempat AS sebesar 20 basis poin menjadi 1,8 persen karena dampak yang lebih besar dari yang diperkirakan dari perkembangan ketegangan perdagangan.
"Secara keseluruhan, kami telah meningkatkan perkiraan kami tentang dampak peningkatan perang dagang," kata bank itu dalam catatan yang ditulis oleh tiga ekonomnya, Jan Hatzius, Alec Phillips dan David Mericle.
Meningkatnya biaya input dari gangguan rantai pasokan dapat menyebabkan perusahaan-perusahaan AS mengurangi aktivitas domestik mereka, kata catatan itu. "Ketidakpastian kebijakan" seperti itu juga dapat membuat perusahaan-perusahaan menurunkan belanja modal mereka, tambah para ekonom.

0 comments